MAKALAH "Kitab Musnad Ahmad Bin Hambal"

Posted by at 0 komentar

MAKALAH
Kitab Musnad Ahmad Bin Hambal
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kitab Hadits yang Di Bimbing oleh
Dosen Pengampu : Dr. H. Kasman, M.Fil.I,








Di Susun Oleh :

                                                MUSFIK ALAMSYAH                    U20162006
                                                M. SAUFA HAQQI A                       U20162026
                                                M. ZAINU MUTTAQY                     U20162001



FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
PRODI ILMU HADIST
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TAHUN 2017-2018


DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
                       
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................................... 1
Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB II....................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
Biografi imam Ahmad Bin Hambal............................................................................ 2
Sejarah penyusunan kitab Musnad Ahmad Bin Hambal............................................ 3
Karateristik Musnad Ahmad Bin Hambal.................................................................. 4
Para Periwayat Musnad Ahmad Bin Hambal............................................................. 5
Komentar ulama’ mengenai Musnad Ahmad Bin Hambal......................................... 6
BAB III...................................................................................................................... 8
PENUTUP.................................................................................................................. 8
Kesimpulan................................................................................................................. 8
Daftar Pustaka............................................................................................................ 9



                                   
                 
           

            

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Dalam banyak eksposisi naskah hadist, pola penyajian redaksi hadist itu sebatas informasidengan penggambaran bersifat in abstractor terhadap syariat, hal ini jelas memerlukan jasa pensyarahan terhadap ungkapan tekstualnya yang asli. Dengan melalui pengamatan kearah dimensi teks di samping dimensi historis sosiologis yang dapat mengantarkan proses kejadian suatu hadist maka akan bertentangan di hadapan kita bahwa prosedur kerja bagi pemaknaan ungkapan suatu hadis itu tidaklah sederhana, melainkan terlentang luas hubungan-hubungan organis dengan berbagai perangkai ilmu pendukung: bahsa arab klasik, ushul istinbat(kaidah lughowiyah) dan lainnya. Bahkan mengingat sifat ilmiah yang harus di rekat pada fenomena yang diangkat dalam matan hadist, tidak tertutup kemungkinan hubungan interdisipliner dan multi-disipliner.
Beragam teknik analisis memang berpeluang untuk dioperasionalkan oleh para pensyarah dengan memanfaatkan berbagai pendekatan yang ada. Oleh karenanya, adalah sulit untuk di hindarkan adanya bias dialektis empiris pribadi dari pensyarah yang terpengaruhi oleh faktor spealisasi  keilmuan, lingkungan kultur, pengalaman individu, dan kadar malakah istinbat (kognitif) yang bersangkutan.
Kemudian, guna memperoleh gambaran yang lebih jelas, setidak-tidaknya atas bebebrapa bagian penting dari uraian tersebut, bab ini akan menampilkan biografi salah satu dari beberapa ulama mutaqaddimin yaitu Ahmad Ibn Hanbal dan metode penyusunan kitab Musnad Ahmad
2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Imam Ahmad Bin Hambal ?
2.      Bagiamana sejarah penyusunan kitab Ahmad Bin Hambal ?
3.      Bagimana Karateristik penyusunan kitab Ahmad Bin Hambal ?
4.      Siapa saja para periwayat kitab Ahmad Bin Hambal ?
5.      Bagaiamana komentar para ulama’ mengenai Musnad Ahmad bin hambal ?




BAB II
PEMBAHASAN
1.      Biografi Imam Ahmad
Nama lengkap Imam Ahmad adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu Abdillah al-Syaibani, Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 Hijriah (750 M).[1]
Ayahnya bernama Muhammad, dan ibunya bernama Shafiyah binti Maimunah binti Abdul Malik al-Syaibai. Dengan kata lain, beliau keturunan Arab dari suku Bani Syaiban, sehingga diberi lakab al-Syaibani. Ketika Ahmad masih kecil, ayahnya berpulang ke rahmatullah dengan hanya meninggalkan harta pas-pasan untuk menghidupi keluarganya. Dan semenjak ayahnya meninggal, sang ibu tidak menikah lagi, meskipun ia masih muda dan banyak lelaki yang melamarnya. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar ia bisa memfokuskan perhatian kepada Ahmad sehingga bisa tumbuh sebagaimana yang ia harabkan.
            Beliau mulai belajar Hadis pada tahun 178 H ketika berusia enam belas tahun dan menghafal banyak Hadis semasa hidupnya. Dalam studinya, lebih banyak di kota Baghdad, meski demikian juga melakukan perjalanan ke berbagai tempat yaitu mula-mula kepada Qadhi Abu Yusuf (w. 189 H), seorang pengikut Imam Abu Hanifah untuk belajar Hadis. Kemudian ia menjadi murid Imam al Syafi’i untuk belajar fikih dan Hadis.[2]
Selanjutnya Imam Ahmad pergi ke Yaman untuk menerima Hadis dari Abd al Razzaq, dan setelah itu melakukan perjalanan untuk belajar hadis dari Bisyr al Mufadhdhal al Raqqasyi, Sufyan ibn ‘Uyainah, Yahya ibn Said al Qaththan, Abd Razzaq ibn Hamman al Shan’ani, Sulaiman ibn Dawud al Thayalasi, Ismail ibn Ulayah, Mu’tamir ibn Sulaiman al Bashri. Kredibilitas Imam Ahmad di bidang Hadis patut dikagumi, karena selain hafal satu juta Hadis juga sangat handal dalam hal pengetahuan atsar para sahabat dan tabi’in.[3]
Tentang kemuliaan pribadinya, dikemukakan oleh ibn Hibban bahwa beliau adalah seorang ahli fikih, hafidz yang kuat, senantiasa bersikap wara’, setia melakukan ibadah hingga ia diganjar dengan cambukan. bahkan Imam Syafi’I menyatakan bahwa dalam hal menetapkan kesahihan dan kedhaifan Hadis, Imam Syafi’I masih bersandar kepada Imam Ahmad, dan lebih lanjut ia menyatakan aku keluar dari Irak dan tidak aku tinggalkan seorang yang lebih utama, lebih wara’, dan lebih taqwa padanya selain dari Ahmad ibn Hanbal.[4]
            Imam Ahmad berpulang ke rahmatullah pada hari Jumat 241 H (855 M) di usia 77 tahun. Beliau meninggal di Baghdad dan dikebumikan di Marwaz. Sebagian ulama menerangkan bahwa disaat meninggalnya, jenazah Imam Ahmad diantar oleh sekitar 800.000 orang laki-laki dan 60.000 orang perempuan dan suatu kejadian yang menakjubkan saat itu pula 20.000 orang dari kaum Nasrani, Yahudi dan Majusi masuk agama Islam. Dan beliau meninggalkan dua orang putera yang terkenal dalam bidang hadis yaitu Shalih dan Abdullah. [5]
2.      Sejarah Penyusunan Musnad Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad mulai menyusun kitabnya pada saat pertama kali menerima dan meriwayatkan hadis, ketika berusia 16 tahun. Oleh karena itu, ulama menetapkan bahwa ia mulai menyusun kitab ini pada tahun 180 H, sebab pada tahun inilah ia mulai pergi mecari hadis, sebagaimana dalam kitabnya al-Minhaj, ia berkata bahwa kitab ini dimulai tahun 180 H.
Al-Musnad Ibn Hanbal disusun dalam rentang waktu sekitara 60 tahun, saat pertama kali Ahmad ibn Hanbal mencari hadits, ia tidak mengarah kepada penertiban atau pemberian bab. Namun hanya mengumpulkan dan menyusunnya, lalu diperbaiki dan ditahqiq (diteliti) para periwayatnya serta membandingkannya dari segi kekuatan dan kedhaifannya. Oleh karena itu, susunannya berserakan di berbagai lembaran hingga ia tua. Anaknyalah yang mengumpulkannya, sedangkan Ahmad mendiktekan kepadanya sekalipun tidak tertib[6]
Tentang hal ini, al-Jazary berkata bahwa sesungguhnya Imam Ahmad ketika mulai mengumpulkan sanad ia menulisnya di lembaran-lembaran yang belum disusun hingga masa tuanya, kemudian ia mulai memperdengarkan kepada anak-anak dan keluarganya dan wafat sebelum ia memperbaikinya. Anaknyalah kemudia, yaitu Abdullah yang menyusun dan menambahkan riwayat-riwayat yang menyerupainya. Jadi, musnad yang kita dapatkan sekarang, adalah kitab yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad yang dikenal di kalangan ulama sebagai orang yang paling banyak meriwayatkan hadis dari ayahnya.
3.      Karakteristik Kitab Musnad Ahmad bin Hambal
Karakteristik sebuah karya sangat dipengaruhi oleh kondisi zaman. Memotret karakteristik sebuah kitab hadis, perlu menjelaskan latar kesejarahan saat tokoh tersebut hidup. Sebagaimana sejarah kodifikasi hadis, pada abad ke-3 H ditandai dengan masa penyaringan dan pemisahan antara sabda Nabi SAW dengan fatwa sahabat dan tabi’in. Masa penyeleksian ini terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yang dipimpin oleh khalifah Al-Ma’mun hingga Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H). Berbeda pada masa tadwin (abad ke-2 H), belum adanya pemisahan antara hadis marfu’, mawquf, dan maqthu’, hadis yang dha’if dari yang sahih ataupun mawdhu’ masih tercampur dengan yang shahih. Sehingga pada masa ini (abad ke-3 H) sudah mulai dibuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menentukan suatu kualitas hadis. [7]  
Secara umum, Metode yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah dengan cara kritik sanad hadis, dengan meneliti kejujuran, kekuatan hafalan, dan lain sebagainya. meskipun telah dilakukan proses seleksi hadis dengan cara memisahkan antara hadis nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, namun belum sampai kepada keterangan dan pemisahan antara yang shahih, hasan, dan dha’if. Muhadditsun, mengkodifikasi hadis-hadis ke dalam kitab-kitab dalam keadaan masih tercampur antara ketiga macam hadis tersebut. Para muhaddits pada masa ini hanya mengumpulkan hadis-hadis nabi lengkap dengan sanadnya, yang kemudian kitab-kitab hadis hasil karya mereka disebut dengan istilah Musnad. Banyak kitab-kitab Musnad yang dihasilkan pada periode ini, sebagaimana dalam “al-Risâlah al-Mutathârifah”, al-Kattany.
Diantara Metode Imam Ahmad dalam meriwayatkan hadis adalah sebagai berikut[8] :
a)      Mendahulukan hadis dari orang tsiqah dan dhabit, tetapi ia tetap menerima hadis dari orang takwa yang kurang dhabit jika dalam masalah itu tidak ada hadis yang lain.
b)      Ia hanya menerima hadis shahih (bersambung sanadnya) dan menolak hadis mursal (terputus sanadnya pada tingkat thabi’in atau tingkat sesudahnya). Ia menganggap hadis seperti ini hadis dhaif yang tidak boleh diamalkan kecuali jika tak ada hadis lain, karena menurutnya, mengamalkan hadis dhaif lebih didahuluka dari pada pendapat orang.
c)      Imam Ahmad mensyaratkan keshahihan matan hadis dengan membandingkannya dengan hadis yang sudah ditetapkan keshahihannya, jika bertentangan maka ditolaknya.
Musnad Imam Ahmad Ibn Hanbal memuat kurang lebih 40.000 Hadis. Sekitar 10.000 Hadis diantaranya berulang-ulang, jumlah tersebut disaring dari lebih 750.000  Hadits. Musnad Ahmad bin Hanbal tidak jauh berbeda dengan kitab Musnad lainnya, yaitu sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama-nama sahabat yang meriwayatkan. namun penyusunan nama sahabat lebih memperhatikan urutan keutamaannya yaitu dimulai dengan empat Khalifah Rasyidin, diikuti enam orang sahabat lainnya penghulu surga kemudian para sahabat yang memeluk Islam pertama kali dan seterusnya, sebagian menurut abjad dan sebagian menurut wilayah atau kabilah. Jumlah sahabat yang terdapat dalam kitab Musnad ini menurut ibn Katsir sebanyak 904 orang. Jumlah tersebut belum menjangkau keseluruhan sahabat Nabi yang meriwayatkan Hadis, yang menurut ibn Katsir masih terdapat sekitar 200 orang sahabat lainnya yang terlewatkan.[9]
Dalam hal penelitian hadis, Musnad Ibn Hanbal, merupakan kitab yang sulit digunakan dalam menemukan sebuah hadis. Mengingat dalam metode penyusunan, tidak disesuaikan berdasarkan inti permasalahan (tema). Juga tidak semua hadis yang terdapat di dalam Musnad Ibn Hanbal yang sampai ke tangan umat Islam saat ini diriwayatkan oleh Imam Ibn Hanbal sendiri. Melainkan terdapat riwayat dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal; putranya, dan Abu Bakar al- Qutha’i; cucunya dari jalur Abdullah bin Ahmad bin Hanbal Musnad Ibn Hanbal telah dipublikasikan dalam enam jilid pada tahun 1313 H.
4.      Macam-Macam Periwayat dalam Kitab Musnad Ahmad
Berdasarkan sumbernya, hadis-hadis yang ter-dapat didalam Musnad Ahmad dapat dibagi menjadi 6 jenis,[10] sebagai berikut:
a.        Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari ayahnya, Ahmad ibn Hanbal, dengan mendengar langsung. Hadis seperti ini paling banyak jumlahnya di dalam Musnad Ahmad.
b.     Hadis nyang didengar Abdullah dari ayahnya, dan dari orang lain. Hadis semacam ini sangat sedikit jumlahnya.
c.     Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari selain ayahnya (zawaid Abdullah)
d.    Hadis yang tidak di dengar dan dibacakan Abdullah kepada Ayahnya, tetapi Abdullah men-jumpai dalam kitab sang ayahnya, yang ditulis tangan.
e.     Hadis yang tidak didengar Abdullah dari ayahnya tetapi dibacakan didepan ayahnya.
f.     Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hafiz Abu Bakar al-Qati’
Sebagai kitab yang terkenal, banyak ulama yang memberikan perhatian khusus terhadap kitab musnad Ahmad. Gulam Ibn Sa’labah (wafat tahun 345H),misalnya mengumpulkan lafaz-lafaz yang Gharib yang terdapat didalam musnad Ahmad dan memaknainya. Ibn al-Mulaqqin al-Syafi’ie (wafat tahun tersebut) membuat ringkasan dan A-Sindy (wafat 1199 H) membuat Syarah dari kitab tersebut.
5.      Penilaian Ulama Terhadap Musnad Ahmad bin Hanbal
Adapun penilaian ulama’ terhadap kualitas hadis dalam musnad Ahmad ini, bahwa  ulama berbeda-beda dalam menanggapinya. Mushtafa al-Siba’iy membagi pendapat itu ke dalam tiga kelompok[11], yaitu
1)  Kelompok pertama, di antaranya Ibnu al-Madiniy, berpendapat bahwa semua yang terdapat dalam musnad boleh dipakai berhujjah dan semuanya adalah shahih berdasarkan pernyataan Imam Ahmad dalam musnadnya bahwa jika kamu berselisih paham tentang hadis Rasulullah saw. maka kembalilah ke musnad, jika kamu dapatkan di dalamnya maka ambillah , jika tidak maka bukan hujjah.
2)   Kelompok kedua, berpendapat bahwa di dalam musnad Ahmad terdapat hadis shahih dan dhaif, bahkan maudhu’. Pendapat tersebut dipegang oleh Ibnu al-Jauziy yang menyebutkan 29 hadis di dalam kitab mauhu’nya bersumber dari musnad Ahmad. Kemudian al-Iraqiy menambahkan lagi 9 hadis dari musnad Ahmad ini yang dianggapnya maudhu’ dan menolak pendapat bahwa Imam Ahmad memberikan syarat shahih dalam musnadnya. Al-Iraqiy juga menjelaskan bahwa ucapan Ahmad bahwa yang tidak ada dalam musnad itu tidak boleh dijadikan hujjah, tidak berarti bahwa semua yang ada dalam musnad boleh dijadikan hujjah.
3)   Kelompok ketiga, mereka yang mengambil jalan tengah, berpendapat bahwa dalam musnad terdapat hadis shahih dan dhaif yang mendekati hadis hasan. Mereka yang berpendapat seperti ini di antaranya adalah al-Dzahabiy, Ibnu Hajar, Ibnu Taymiyyah dan al-Suyuthiy. Mereka membantah anggapan Ibnu al-Jauziy dan al-Iraqiy bahwa di dalam kitab musnad terdapat hadis maudhu’. Mereka menyatakan bahwa hadis yang tertuduh palsu (maudhu’) dengan alasan karena dalam sanadnya ada periwayat yang dusta tidaklah ada, tetapi bila dinyatakan bahwa ada hadis ternyata tidak pernah disabdkan oleh Rasulullah karena adanya periwayat yang suka salah dalam meriwayatkan hadis, maka yang seperti itu banyak, sebagaimana juga banyak terdapat dalam kitab-kitab sunan.
Ibnu Hajar al-Asqalaniy juga memberikan pernyataan secara umum bahwa hadis-hadis yang termaktub dalam Musnad Abi Hanifah, Musnad al-Syafi’iy, dan Musnad Ahmad semuanya memiliki sanad yang sampai kepada Nabi kecuali hanya sekitar tiga atau empat hadis saja yang tidak sampai kepada Nabi.
Mencermati pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa mayoritas ulama sependapat bahwa dalam Musnad Ahmad ada hadis shahih dan tidak shahih atau dhaif, (atau bahkan maudhu’). Oleh Ahmad, sebenarnya hadis-hadis yang diterimanya itu telah ia saring untuk mengetahui mengetahui kualitasnya, dan hadis dhaif yag diambilnya adalah yang tidak bertentangan dengan hadis shahih atau periwayatnya tidak terlalu lemah. Adanya hadis yang parah kedhaifannya atau maudhu karena akibat kelalailan anaknya, Abdullah dan al-Qathi’iy yang memasukkan hadis tersebut ke dalam musnad.[12]
Namun demikian kedudukan Musnad Ahmad ibn Hanbal termasuk kedalam kelompok kitab Hadis yang diakui kehujjahannya sebagai sumber ajaran Islam. Jika dilihat dari segi peringkatnya, Musnad Ahmad Ibn Hanbal menempati peringkat kedua, disederajatkan dengan kitab Sunan yang empat, yaitu Sunan Abu dawud, Sunan an Nasa’I, Sunan at Turmudzi dan Sunan Ibn Majjah, Sedangkan peringkat pertama ditempati Shahih al Bukhari dan Shahih al Muslim serta kitab al Muwaththa’ Ibn Malik.[13]




BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah gambaran seorang tokoh yang sederhana, merakyat dan mempunyai komitmen keislaman tinggi. Kecintaan beliau pada Hadis dan kesetiaan pada Nabi yang harus dibayar dengan pengorbanan fisik dan non fisik, merupakan satu nilai tambah yang harus dihargai. Upaya beliau dalam meyelaraskan kata dan sikap/ tindakan adalah semata konsistensi dari kecintaan tersebut. Keteguhan sikap ini memberikan kekuatan untuk menghadapi Mihnah dan otoritas penguasa.
Dalam sejarahnya, Al-Musnad Ibn Hanbal disusun dalam rentang waktu sekitara 60 tahun, saat pertama kali Ahmad ibn Hanbal mencari hadits, ia tidak mengarah kepada penertiban atau pemberian bab. Namun hanya mengumpulkan dan menyusunnya, lalu diperbaiki dan ditahqiq (diteliti) para periwayatnya serta membandingkannya dari segi kekuatan dan kedhaifannya. Oleh karena itu, susunannya berserakan di berbagai lembaran hingga ia tua. Anaknyalah yang mengumpulkannya, sedangkan Ahmad mendiktekan kepadanya sekalipun tidak tertib
Karateristik Musnad Ahmad bin Hanbal tidak jauh berbeda dengan kitab Musnad lainnya, yaitu sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama-nama sahabat yang meriwayatkan. namun penyusunan nama sahabat lebih memperhatikan urutan keutamaannya yaitu dimulai dengan empat Khalifah Rasyidin, diikuti enam orang sahabat lainnya penghulu surga kemudian para sahabat yang memeluk Islam pertama kali dan seterusnya, sebagian menurut abjad dan sebagian menurut wilayah atau kabilah
Musnad ahmad bin hambal termasuk kitab hadits yang sangat berpengaruh pada zamannya, Ibnu Hajar al-Asqalaniy memberikan pernyataan secara umum bahwa hadis-hadis yang termaktub dalam Musnad Abi Hanifah, Musnad al-Syafi’iy, dan Musnad Ahmad semuanya memiliki sanad yang sampai kepada Nabi kecuali hanya sekitar tiga atau empat hadis saja yang tidak sampai kepada Nabi.



2.      Daftar Pustaka
Ali Sami al-Nasyr,Aqaid al-Salaf (Iskandariyah: Maktab al-Itsar al-Salafiyah’1971).
Abu Zahwu dalam Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis.
Dardum,abdullah, Ikhtisor ulumul hadits,jember,Nuris;2013
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Jild I, Terj. Fathurrahman Abdul, dkk, cet I (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006).
Muhammad Abu Zahw,al-hadis.
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis.




[1] Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Jild I, Terj.  Fathurrahman Abdul, dkk, cet I (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 70.
[2] Ali Sami al-Nasyr,Aqaid al-Salaf (Iskandariyah: Maktab al-Itsar al-Salafiyah’1971), h 9.
[3] Abu Zahwu dalam Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h 36
[4] Abu Zahwu dalam Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.37.
[5] Ibid..h 37
[6] Muhammad Abu Zahw,al-hadis. h 368
[7] Dardum,abdullah, Ikhtisor ulumul hadits,jember,Nuris;2013.h 25
[8] Abu Zahwu dalam Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.42
[9] Abu Zahwu dalam Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.38.
[10] Muhammad Abu Zahw,al-hadis. h 370-371
[11] Abu Zahwu dalam Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.45
[12] Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis,h.41
[13] Ibid.h 42

tags :

0 Komentar untuk "MAKALAH "Kitab Musnad Ahmad Bin Hambal""

Back to Top