MAKALAH
Kitab Musnad Ahmad Bin Hambal
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi
Kitab Hadits yang Di Bimbing oleh
Dosen
Pengampu : Dr. H. Kasman, M.Fil.I,
Di
Susun Oleh :
MUSFIK ALAMSYAH U20162006
M. SAUFA HAQQI A U20162026
M.
ZAINU MUTTAQY U20162001
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
PRODI
ILMU HADIST
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TAHUN
2017-2018
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................................... 1
Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB II....................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
Biografi imam Ahmad Bin Hambal............................................................................ 2
Sejarah penyusunan kitab Musnad Ahmad Bin Hambal............................................ 3
Karateristik Musnad Ahmad Bin Hambal.................................................................. 4
Para Periwayat Musnad Ahmad Bin Hambal............................................................. 5
Komentar ulama’ mengenai Musnad Ahmad Bin Hambal......................................... 6
BAB III...................................................................................................................... 8
PENUTUP.................................................................................................................. 8
Kesimpulan................................................................................................................. 8
Daftar Pustaka............................................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam banyak eksposisi naskah hadist, pola penyajian redaksi hadist itu
sebatas informasidengan penggambaran bersifat in abstractor terhadap syariat,
hal ini jelas memerlukan jasa pensyarahan terhadap ungkapan tekstualnya yang
asli. Dengan melalui pengamatan kearah dimensi teks di samping dimensi historis
sosiologis yang dapat mengantarkan proses kejadian suatu hadist maka akan
bertentangan di hadapan kita bahwa prosedur kerja bagi pemaknaan ungkapan suatu
hadis itu tidaklah sederhana, melainkan terlentang luas hubungan-hubungan
organis dengan berbagai perangkai ilmu pendukung: bahsa arab klasik, ushul
istinbat(kaidah lughowiyah) dan lainnya. Bahkan mengingat sifat ilmiah yang
harus di rekat pada fenomena yang diangkat dalam matan hadist, tidak tertutup
kemungkinan hubungan interdisipliner dan multi-disipliner.
Beragam teknik analisis memang berpeluang untuk dioperasionalkan oleh
para pensyarah dengan memanfaatkan berbagai pendekatan yang ada. Oleh
karenanya, adalah sulit untuk di hindarkan adanya bias dialektis empiris
pribadi dari pensyarah yang terpengaruhi oleh faktor spealisasi keilmuan, lingkungan kultur, pengalaman
individu, dan kadar malakah istinbat (kognitif) yang bersangkutan.
Kemudian, guna memperoleh gambaran yang lebih jelas, setidak-tidaknya
atas bebebrapa bagian penting dari uraian tersebut, bab ini akan menampilkan
biografi salah satu dari beberapa ulama mutaqaddimin yaitu Ahmad Ibn Hanbal dan
metode penyusunan kitab Musnad Ahmad
2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi Imam
Ahmad Bin Hambal ?
2.
Bagiamana sejarah
penyusunan kitab Ahmad Bin Hambal ?
3.
Bagimana Karateristik
penyusunan kitab Ahmad Bin Hambal ?
4.
Siapa saja para periwayat
kitab Ahmad Bin Hambal ?
5.
Bagaiamana komentar para
ulama’ mengenai Musnad Ahmad bin hambal ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Imam Ahmad
Nama lengkap Imam Ahmad adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin
Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah bin Ukabah bin Sha’b bin
Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu Abdillah al-Syaibani, Beliau dilahirkan di
Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 Hijriah (750 M).[1]
Ayahnya bernama Muhammad, dan ibunya bernama Shafiyah binti Maimunah
binti Abdul Malik al-Syaibai. Dengan kata lain, beliau keturunan Arab dari suku
Bani Syaiban, sehingga diberi lakab al-Syaibani. Ketika Ahmad masih kecil,
ayahnya berpulang ke rahmatullah dengan hanya meninggalkan harta pas-pasan
untuk menghidupi keluarganya. Dan semenjak ayahnya meninggal, sang ibu tidak
menikah lagi, meskipun ia masih muda dan banyak lelaki yang melamarnya. Hal itu
dilakukan dengan tujuan agar ia bisa memfokuskan perhatian kepada Ahmad
sehingga bisa tumbuh sebagaimana yang ia harabkan.
Beliau mulai belajar Hadis pada
tahun 178 H ketika berusia enam belas tahun dan menghafal banyak Hadis semasa
hidupnya. Dalam studinya, lebih banyak di kota Baghdad, meski demikian juga
melakukan perjalanan ke berbagai tempat yaitu mula-mula kepada Qadhi Abu Yusuf
(w. 189 H), seorang pengikut Imam Abu Hanifah untuk belajar Hadis. Kemudian ia
menjadi murid Imam al Syafi’i untuk belajar fikih dan Hadis.[2]
Selanjutnya Imam Ahmad pergi ke Yaman untuk menerima Hadis dari Abd al
Razzaq, dan setelah itu melakukan perjalanan untuk belajar hadis dari Bisyr al
Mufadhdhal al Raqqasyi, Sufyan ibn ‘Uyainah, Yahya ibn Said al Qaththan, Abd
Razzaq ibn Hamman al Shan’ani, Sulaiman ibn Dawud al Thayalasi, Ismail ibn
Ulayah, Mu’tamir ibn Sulaiman al Bashri. Kredibilitas Imam Ahmad di bidang
Hadis patut dikagumi, karena selain hafal satu juta Hadis juga sangat handal
dalam hal pengetahuan atsar para sahabat dan tabi’in.[3]
Tentang kemuliaan pribadinya, dikemukakan oleh ibn Hibban bahwa beliau
adalah seorang ahli fikih, hafidz yang kuat, senantiasa bersikap wara’, setia
melakukan ibadah hingga ia diganjar dengan cambukan. bahkan Imam Syafi’I
menyatakan bahwa dalam hal menetapkan kesahihan dan kedhaifan Hadis, Imam
Syafi’I masih bersandar kepada Imam Ahmad, dan lebih lanjut ia menyatakan aku
keluar dari Irak dan tidak aku tinggalkan seorang yang lebih utama, lebih
wara’, dan lebih taqwa padanya selain dari Ahmad ibn Hanbal.[4]
Imam Ahmad berpulang ke rahmatullah
pada hari Jumat 241 H (855 M) di usia 77 tahun. Beliau meninggal di Baghdad dan
dikebumikan di Marwaz. Sebagian ulama menerangkan bahwa disaat meninggalnya,
jenazah Imam Ahmad diantar oleh sekitar 800.000 orang laki-laki dan 60.000
orang perempuan dan suatu kejadian yang menakjubkan saat itu pula 20.000 orang
dari kaum Nasrani, Yahudi dan Majusi masuk agama Islam. Dan beliau meninggalkan
dua orang putera yang terkenal dalam bidang hadis yaitu Shalih dan Abdullah. [5]
2.
Sejarah Penyusunan
Musnad Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad mulai menyusun kitabnya pada saat pertama kali menerima dan
meriwayatkan hadis, ketika berusia 16 tahun. Oleh karena itu, ulama menetapkan
bahwa ia mulai menyusun kitab ini pada tahun 180 H, sebab pada tahun inilah ia
mulai pergi mecari hadis, sebagaimana dalam kitabnya al-Minhaj, ia berkata
bahwa kitab ini dimulai tahun 180 H.
Al-Musnad Ibn Hanbal disusun dalam rentang waktu sekitara 60 tahun, saat
pertama kali Ahmad ibn Hanbal mencari hadits, ia tidak mengarah kepada
penertiban atau pemberian bab. Namun hanya mengumpulkan dan menyusunnya, lalu
diperbaiki dan ditahqiq (diteliti) para periwayatnya serta membandingkannya
dari segi kekuatan dan kedhaifannya. Oleh karena itu, susunannya berserakan di
berbagai lembaran hingga ia tua. Anaknyalah yang mengumpulkannya, sedangkan
Ahmad mendiktekan kepadanya sekalipun tidak tertib[6]
Tentang hal ini, al-Jazary berkata bahwa sesungguhnya Imam Ahmad ketika
mulai mengumpulkan sanad ia menulisnya di lembaran-lembaran yang belum disusun
hingga masa tuanya, kemudian ia mulai memperdengarkan kepada anak-anak dan
keluarganya dan wafat sebelum ia memperbaikinya. Anaknyalah kemudia, yaitu
Abdullah yang menyusun dan menambahkan riwayat-riwayat yang menyerupainya.
Jadi, musnad yang kita dapatkan sekarang, adalah kitab yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Ahmad yang dikenal di kalangan ulama sebagai orang yang paling
banyak meriwayatkan hadis dari ayahnya.
3.
Karakteristik Kitab
Musnad Ahmad bin Hambal
Karakteristik sebuah karya sangat dipengaruhi oleh kondisi zaman.
Memotret karakteristik sebuah kitab hadis, perlu menjelaskan latar kesejarahan
saat tokoh tersebut hidup. Sebagaimana sejarah kodifikasi hadis, pada abad ke-3
H ditandai dengan masa penyaringan dan pemisahan antara sabda Nabi SAW dengan
fatwa sahabat dan tabi’in. Masa penyeleksian ini terjadi pada masa pemerintahan
Bani Abbasiyah, yang dipimpin oleh khalifah Al-Ma’mun hingga Al-Muktadir
(sekitar tahun 201-300 H). Berbeda pada masa tadwin (abad ke-2 H), belum adanya
pemisahan antara hadis marfu’, mawquf, dan maqthu’, hadis yang dha’if dari yang
sahih ataupun mawdhu’ masih tercampur dengan yang shahih. Sehingga pada masa
ini (abad ke-3 H) sudah mulai dibuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk
menentukan suatu kualitas hadis. [7]
Secara umum, Metode yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah
dengan cara kritik sanad hadis, dengan meneliti kejujuran, kekuatan hafalan,
dan lain sebagainya. meskipun telah dilakukan proses seleksi hadis dengan cara
memisahkan antara hadis nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, namun belum sampai
kepada keterangan dan pemisahan antara yang shahih, hasan, dan dha’if.
Muhadditsun, mengkodifikasi hadis-hadis ke dalam kitab-kitab dalam keadaan
masih tercampur antara ketiga macam hadis tersebut. Para muhaddits pada masa
ini hanya mengumpulkan hadis-hadis nabi lengkap dengan sanadnya, yang kemudian
kitab-kitab hadis hasil karya mereka disebut dengan istilah Musnad. Banyak
kitab-kitab Musnad yang dihasilkan pada periode ini, sebagaimana dalam
“al-Risâlah al-Mutathârifah”, al-Kattany.
Diantara Metode Imam Ahmad dalam meriwayatkan hadis adalah sebagai
berikut[8]
:
a)
Mendahulukan hadis dari
orang tsiqah dan dhabit, tetapi ia tetap menerima hadis dari orang takwa yang
kurang dhabit jika dalam masalah itu tidak ada hadis yang lain.
b)
Ia hanya menerima hadis
shahih (bersambung sanadnya) dan menolak hadis mursal (terputus sanadnya pada tingkat
thabi’in atau tingkat sesudahnya). Ia menganggap hadis seperti ini hadis dhaif
yang tidak boleh diamalkan kecuali jika tak ada hadis lain, karena menurutnya,
mengamalkan hadis dhaif lebih didahuluka dari pada pendapat orang.
c)
Imam Ahmad mensyaratkan keshahihan
matan hadis dengan membandingkannya dengan hadis yang sudah ditetapkan
keshahihannya, jika bertentangan maka ditolaknya.
Musnad Imam Ahmad Ibn Hanbal memuat kurang lebih 40.000 Hadis. Sekitar
10.000 Hadis diantaranya berulang-ulang, jumlah tersebut disaring dari lebih
750.000 Hadits. Musnad Ahmad bin Hanbal
tidak jauh berbeda dengan kitab Musnad lainnya, yaitu sebuah kitab hadis yang
disusun berdasarkan urutan nama-nama sahabat yang meriwayatkan. namun
penyusunan nama sahabat lebih memperhatikan urutan keutamaannya yaitu dimulai
dengan empat Khalifah Rasyidin, diikuti enam orang sahabat lainnya penghulu
surga kemudian para sahabat yang memeluk Islam pertama kali dan seterusnya,
sebagian menurut abjad dan sebagian menurut wilayah atau kabilah. Jumlah
sahabat yang terdapat dalam kitab Musnad ini menurut ibn Katsir sebanyak 904
orang. Jumlah tersebut belum menjangkau keseluruhan sahabat Nabi yang
meriwayatkan Hadis, yang menurut ibn Katsir masih terdapat sekitar 200 orang
sahabat lainnya yang terlewatkan.[9]
Dalam hal penelitian hadis, Musnad Ibn Hanbal, merupakan kitab yang sulit
digunakan dalam menemukan sebuah hadis. Mengingat dalam metode penyusunan,
tidak disesuaikan berdasarkan inti permasalahan (tema). Juga tidak semua hadis
yang terdapat di dalam Musnad Ibn Hanbal yang sampai ke tangan umat Islam saat
ini diriwayatkan oleh Imam Ibn Hanbal sendiri. Melainkan terdapat riwayat dari
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal; putranya, dan Abu Bakar al- Qutha’i; cucunya
dari jalur Abdullah bin Ahmad bin Hanbal Musnad Ibn Hanbal telah dipublikasikan
dalam enam jilid pada tahun 1313 H.
4.
Macam-Macam
Periwayat dalam Kitab Musnad Ahmad
Berdasarkan
sumbernya, hadis-hadis yang ter-dapat didalam Musnad Ahmad dapat dibagi menjadi
6 jenis,[10]
sebagai berikut:
a.
Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari ayahnya,
Ahmad ibn Hanbal, dengan mendengar langsung. Hadis seperti ini paling banyak
jumlahnya di dalam Musnad Ahmad.
b.
Hadis nyang didengar Abdullah dari ayahnya,
dan dari orang lain. Hadis semacam ini sangat sedikit jumlahnya.
c.
Hadis yang diriwayatkan
Abdullah dari selain ayahnya (zawaid Abdullah)
d.
Hadis yang tidak di dengar
dan dibacakan Abdullah kepada Ayahnya, tetapi Abdullah men-jumpai dalam kitab
sang ayahnya, yang ditulis tangan.
e.
Hadis yang tidak didengar
Abdullah dari ayahnya tetapi dibacakan didepan ayahnya.
f.
Hadis yang diriwayatkan
oleh al-Hafiz Abu Bakar al-Qati’
Sebagai kitab yang terkenal, banyak ulama yang memberikan perhatian
khusus terhadap kitab musnad Ahmad. Gulam Ibn Sa’labah (wafat tahun
345H),misalnya mengumpulkan lafaz-lafaz yang Gharib yang terdapat didalam
musnad Ahmad dan memaknainya. Ibn al-Mulaqqin al-Syafi’ie (wafat tahun
tersebut) membuat ringkasan dan A-Sindy (wafat 1199 H) membuat Syarah dari
kitab tersebut.
5.
Penilaian Ulama
Terhadap Musnad Ahmad bin Hanbal
Adapun penilaian ulama’ terhadap kualitas hadis dalam musnad Ahmad ini,
bahwa ulama berbeda-beda dalam
menanggapinya. Mushtafa al-Siba’iy membagi pendapat itu ke dalam tiga kelompok[11],
yaitu
1) Kelompok pertama, di antaranya Ibnu
al-Madiniy, berpendapat bahwa semua yang terdapat dalam musnad boleh dipakai
berhujjah dan semuanya adalah shahih berdasarkan pernyataan Imam Ahmad dalam
musnadnya bahwa jika kamu berselisih paham tentang hadis Rasulullah saw. maka
kembalilah ke musnad, jika kamu dapatkan di dalamnya maka ambillah , jika tidak
maka bukan hujjah.
2) Kelompok kedua, berpendapat bahwa di dalam
musnad Ahmad terdapat hadis shahih dan dhaif, bahkan maudhu’. Pendapat tersebut
dipegang oleh Ibnu al-Jauziy yang menyebutkan 29 hadis di dalam kitab mauhu’nya
bersumber dari musnad Ahmad. Kemudian al-Iraqiy menambahkan lagi 9 hadis dari
musnad Ahmad ini yang dianggapnya maudhu’ dan menolak pendapat bahwa Imam Ahmad
memberikan syarat shahih dalam musnadnya. Al-Iraqiy juga menjelaskan bahwa
ucapan Ahmad bahwa yang tidak ada dalam musnad itu tidak boleh dijadikan
hujjah, tidak berarti bahwa semua yang ada dalam musnad boleh dijadikan hujjah.
3) Kelompok ketiga, mereka yang mengambil jalan
tengah, berpendapat bahwa dalam musnad terdapat hadis shahih dan dhaif yang
mendekati hadis hasan. Mereka yang berpendapat seperti ini di antaranya adalah
al-Dzahabiy, Ibnu Hajar, Ibnu Taymiyyah dan al-Suyuthiy. Mereka membantah
anggapan Ibnu al-Jauziy dan al-Iraqiy bahwa di dalam kitab musnad terdapat
hadis maudhu’. Mereka menyatakan bahwa hadis yang tertuduh palsu (maudhu’)
dengan alasan karena dalam sanadnya ada periwayat yang dusta tidaklah ada,
tetapi bila dinyatakan bahwa ada hadis ternyata tidak pernah disabdkan oleh
Rasulullah karena adanya periwayat yang suka salah dalam meriwayatkan hadis,
maka yang seperti itu banyak, sebagaimana juga banyak terdapat dalam
kitab-kitab sunan.
Ibnu Hajar al-Asqalaniy juga memberikan pernyataan secara umum bahwa
hadis-hadis yang termaktub dalam Musnad Abi Hanifah, Musnad al-Syafi’iy, dan
Musnad Ahmad semuanya memiliki sanad yang sampai kepada Nabi kecuali hanya
sekitar tiga atau empat hadis saja yang tidak sampai kepada Nabi.
Mencermati pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa mayoritas
ulama sependapat bahwa dalam Musnad Ahmad ada hadis shahih dan tidak shahih
atau dhaif, (atau bahkan maudhu’). Oleh Ahmad, sebenarnya hadis-hadis yang
diterimanya itu telah ia saring untuk mengetahui mengetahui kualitasnya, dan
hadis dhaif yag diambilnya adalah yang tidak bertentangan dengan hadis shahih
atau periwayatnya tidak terlalu lemah. Adanya hadis yang parah kedhaifannya
atau maudhu karena akibat kelalailan anaknya, Abdullah dan al-Qathi’iy yang
memasukkan hadis tersebut ke dalam musnad.[12]
Namun demikian kedudukan Musnad Ahmad ibn Hanbal termasuk kedalam
kelompok kitab Hadis yang diakui kehujjahannya sebagai sumber ajaran Islam.
Jika dilihat dari segi peringkatnya, Musnad Ahmad Ibn Hanbal menempati
peringkat kedua, disederajatkan dengan kitab Sunan yang empat, yaitu Sunan Abu
dawud, Sunan an Nasa’I, Sunan at Turmudzi dan Sunan Ibn Majjah, Sedangkan
peringkat pertama ditempati Shahih al Bukhari dan Shahih al Muslim serta kitab
al Muwaththa’ Ibn Malik.[13]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah gambaran seorang tokoh yang sederhana,
merakyat dan mempunyai komitmen keislaman tinggi. Kecintaan beliau pada Hadis
dan kesetiaan pada Nabi yang harus dibayar dengan pengorbanan fisik dan non
fisik, merupakan satu nilai tambah yang harus dihargai. Upaya beliau dalam
meyelaraskan kata dan sikap/ tindakan adalah semata konsistensi dari kecintaan
tersebut. Keteguhan sikap ini memberikan kekuatan untuk menghadapi Mihnah dan
otoritas penguasa.
Dalam sejarahnya, Al-Musnad Ibn Hanbal disusun dalam rentang waktu
sekitara 60 tahun, saat pertama kali Ahmad ibn Hanbal mencari hadits, ia tidak
mengarah kepada penertiban atau pemberian bab. Namun hanya mengumpulkan dan
menyusunnya, lalu diperbaiki dan ditahqiq (diteliti) para periwayatnya serta
membandingkannya dari segi kekuatan dan kedhaifannya. Oleh karena itu,
susunannya berserakan di berbagai lembaran hingga ia tua. Anaknyalah yang
mengumpulkannya, sedangkan Ahmad mendiktekan kepadanya sekalipun tidak tertib
Karateristik Musnad Ahmad bin Hanbal tidak jauh berbeda dengan kitab
Musnad lainnya, yaitu sebuah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan
nama-nama sahabat yang meriwayatkan. namun penyusunan nama sahabat lebih
memperhatikan urutan keutamaannya yaitu dimulai dengan empat Khalifah Rasyidin,
diikuti enam orang sahabat lainnya penghulu surga kemudian para sahabat yang
memeluk Islam pertama kali dan seterusnya, sebagian menurut abjad dan sebagian
menurut wilayah atau kabilah
Musnad ahmad bin hambal termasuk kitab hadits yang sangat berpengaruh
pada zamannya, Ibnu Hajar al-Asqalaniy memberikan pernyataan secara umum bahwa
hadis-hadis yang termaktub dalam Musnad Abi Hanifah, Musnad al-Syafi’iy, dan
Musnad Ahmad semuanya memiliki sanad yang sampai kepada Nabi kecuali hanya
sekitar tiga atau empat hadis saja yang tidak sampai kepada Nabi.
2.
Daftar Pustaka
Ali Sami
al-Nasyr,Aqaid al-Salaf (Iskandariyah: Maktab al-Itsar al-Salafiyah’1971).
Abu Zahwu dalam
Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis.
Dardum,abdullah,
Ikhtisor ulumul hadits,jember,Nuris;2013
Imam Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Jild I, Terj. Fathurrahman Abdul, dkk,
cet I (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006).
Muhammad Abu
Zahw,al-hadis.
Nawir Yuslem,
Sembilan Kitab Induk Hadis.
[1] Imam Ahmad bin Muhammad
bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Jild I, Terj.
Fathurrahman Abdul, dkk, cet I (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 70.
[2] Ali Sami al-Nasyr,Aqaid
al-Salaf (Iskandariyah: Maktab al-Itsar al-Salafiyah’1971), h 9.
[3] Abu Zahwu dalam Nawir
Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h 36
[4] Abu Zahwu dalam Nawir
Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.37.
[5] Ibid..h 37
[6] Muhammad Abu
Zahw,al-hadis. h 368
[7] Dardum,abdullah, Ikhtisor
ulumul hadits,jember,Nuris;2013.h 25
[8] Abu Zahwu dalam Nawir
Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.42
[9] Abu Zahwu dalam Nawir
Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.38.
[10] Muhammad Abu
Zahw,al-hadis. h 370-371
[11] Abu Zahwu dalam Nawir
Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, h.45
[12] Nawir Yuslem, Sembilan
Kitab Induk Hadis,h.41
[13] Ibid.h 42
0 Komentar untuk "MAKALAH "Kitab Musnad Ahmad Bin Hambal""