MAKALAH
Pemikiran Al-Kindi
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Islam
Yang
Dibimbing Oleh : Dr Fawaizul Umam, M.Ag.
NAMA
KELOMPOK:
1. Muhammad
Zainu M. U20162001
2. Fadilatus
Sahriyati U20162015
3. Urwatul
Wusko U20162028
PRODI
ILMU HADITS
FAKULTAS
USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
JEMBER
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tetap terpanjatkan kepada
Allah SWT. Atas semua karunianya, khususnya pada kesempatan ini untuk dapat
menyelesaikan Makalah Filsafat Islam kami yang berjudul “Al-Kindi”
yang sederhana ini, dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah
SAW, dan kepada guru-guru kami yang telah membimbing kami dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan, khusunya kepada dosen
Filsafat Islam yang sudah membimbing kami dalam proses
pembuatan makalah
ini. Tidak lupa pula teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan Makalah
Filsafat Islam kami semoga Allah mencatatnya
sebagai ibadah, makalah
ini memang jauh dari sempurna, oleh karena itu mohon saran dan kritikan apabila
terjadi kesalahan. Dan Akhirnya, kami hanya bisa berharap mudah-mudahan usaha
ini menjadi awal yang baik dan berakhir dengan baik pula, dan semoga apa yang
kamu tulis ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penulis dan para pembaca.
Semoga selalu mendapat ridho Allah, amin yarabbal’alamin.
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................
BAB 2 : PEMBAHASAN
2.1 Biografi Al-Kindi......................................................................................
2.2 Pemikiran/Ajaran Filsafat Al-Kindi..........................................................
2.3 Kritik Terhadap Pemikiran Al-Kindi.........................................................
BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Biografi dari Al-Kindi?
2.
Bagaimana
Pemikiran/Ajaran Filsafat Al-Kindi?
3.
Bagaimana kritik
terhadap pemikiran/ajaran Al-Kindi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Melatih diri
dalam penulisan karya tulis ilmiah.
2.
Mengajak pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang salah satu tokoh filsuf yaitu
Al-Kindi.
3.
Untuk mengetahui
biografi Al-Kindi.
4.
Untuk mengetahui
bagaimana ajaran Filsafat Al-Kindi.
5.
Untuk mengetahui
bagaimana kritik kami terhadap Ajaran Filsafat Al-Kindi.
6.
Untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi
Al-Kindi
Al-Kindi adalah filsuf yang pertama
muncul di Islam. Dalam buku History of Muslim Philosophy, ia disebut sebagai
“Ahli Filsafat Arab”. Ia adalah keturunan bangsawan Arab dari suku Kindah, suku
bangsa yang di masa sebelum Islam bermukim di Arab Selatan.
Al-Kindi nama lengkapnya adalah Abu
Yusuf Ya’cub ibnu Ishaq ibnu Al-Shabbah ibnu ‘Imran ibnu Muhammad Ibnu
Al-Asy’as ibnu Qais Al-Kindi.[1].
Al-Kindi dilahirkan di Kufah (Irak) sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga
kaya dan terhormat. Kakek buyutnya, Al-Asy’as ibnu Qais adalah seorang sahabat
Nabi Muhammad Saw. yang gugur bersama Sa’ad ibnu Abi Waqqas dalam peperangan
antara Kaum Muslimin dengan Persia. Ayahnya, Ishaq ibnu Al-Shabbah adalah
Gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Al-Rasyid
(786-809 M). Ayahnya meninggal ketika ia masih usia kanak-kanak, namun ia tetap
memperoleh kesempatan untuk menuntut Ilmu dengan baik.
Al-Kindi memperoleh pendidikan masa
kecilnya di Basrah, tetapi tumbuh dewasa dan meninggal di Baghdad. Di Baghdad,
ia terlibat dalam gerakan penerjemahan dan cukup memiliki harta untuk menggaji
banyak orang guna menerjemahkan atau menyalin naskah-naskah ilmu pengetahuan
dan filsafat dalam rangka mengisi dan melengkapi perpustakaan pribadinya.[2]
Al-Kindi kemudian mengarang
buku-buku dan menurut keterangan Ibnu al-Nadim buku-buku yang ditulisnya (besar
dan kecil) berjumlah 241 dalam falsafat, logika,ilmu hitung,astronomi,kedokteran,ilmu
jiwa,politik,musik dan sebagainya.[3]
Perjalanan intelektual yang
mengantarkan Al-Kindi menjadi ulama besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dua kota besar saat itu, yaitu Kufah dan Bashrah. Kedua kota tersebut merupakan
dua pusat kebudayaan Islam yang bersaingan. Kufah lebih cenderung kepada
studi-studi aqliyah dimana Al-Kindi melewatkan masa kanak-kanaknya. Dia
menghafal Al-Qur’an, mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan dan ilmu
hitung, yang kesemuanya itu merupakan kurikulum bagi semua anak Muslim. Ia
kemudian mempelajari fiqh dan disiplin ilmu baru yang disebut kalam. Akan
tetapi, tampaknya ia lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan filsafat,
terutama setelah ia pindah ke Baghdad. Pengetahuan lengkap tentang ilmu dan
filsafat Yunani bisa diperoleh dengan menguasai dua bahasa Yunani dan Syria
sebab banyak karya Yunani diterjemahkan
dengan dua bahasa tersebut. Al-Kindi mempelajari bahasa Yunani tetapi ia
menguasai bahasa Syria dalam menerjemahkan bebrapa karya klasik.
Di Baghdad ia bertemu dengan
Al-Ma’mum,Al-Mu’tasim dan putra Al-Mu’tasim Ahmad. Ia diangkat sebagai guru
pribadi Ahmad ibn Al-Mu’tasim. Al-Ma’mun menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab
negara dan Al-Kindi juga menulis beberapa risalah tentang keadilan,kemahaesaan Tuhan
dan perbuatan-Nya, bahkan jauh lebih dari itu, ia ikut pula membantah
paham-paham yang bertentangan dengan madzhab negara ini dengan pemikirannya.
Bila
menilik pada masa Al-Kindi berinteraksi dengan pemerintahan Al-Ma’mun,
Al-Mu’tasim, tidak heran menurut Harun Nasution, kalau Al-Kindi menganut aliran
Mu’tazilah dan mengedepankan rasio dan filsafat dalam pemahaman keislamannya.
Disamping itu zaman Al-Kindi adalah zaman penerjemahan buku-buku Yunani yang
memberikan pengaruh besar terhadap pola pikiran Al-Kindi dimana ia turut aktif
dalam kegiatan terjemahan.
Tentang
kapan Al-Kindi meninggal tidak ada suatu keterangan yang pasti. Menentukan
tahun wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun kelahiranya dan siapa saja
guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun
wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massignon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat
yang juga diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino.[4]
Al-Kindi sudah dinobatkan sebagai
filosof Muslim kebangsaan Arab yang pertama, ia layak disejajarkan dengan filosof-filosof Muslim non-Arab.
Sumbangan Al-Kindi yang sangat berharga dalam dunia Filsafat Islam ialah
usahanya untuk membuka jalan dan menjawab rasa enggan dari umat Islam lainnya
untuk menerima ilmu filsafat ini yang terasa asing dimasa itu.
2.2
Pemikiran/Ajaran Filsafat Al-Kindi
Sumber filosof Al-Kindi diperoleh
dari sumber-sumber Yunani Klasik, terutama Neoplatonik. Ia diduga meringkas
definisi-definisi dari literatur Yunani dengan niat hendak memberikan ringkasan
filsafat Yunani dalam bentuk definisi. Kebanyakan definisi itu adalah definisi
yang dipinjam dari Aristoteles. Ketekunan Al-Kindi mengumpulkan definisi dari
karya-karya Aristoteles dan kesukaannya kepada Aristoteles tidak dapat
diabaikan. [5]
Dalam Risalah Al-Kindi dikemukakan
dalam susunan yang membedakan antara alam atas dan alam bawah. Yang pertama
ditandai dengan definisi-definisi akal,alam, dan jiwa, diikuti dengan
definisi-definisi yang menandai alam bawah, dimulai dengan definisi
badan,penciptaan,materi,bentuk, dan sebagainya. Kerangka besar filsafatnya
bermuara kepada Tuhan sebagai sumber filsafatnya.
a. Falsafah
Ketuhanan
Sebagaimana
halnya dengan filsuf-filsuf Yunani dan filsuf-filsuf Islam lainnya, Al-Kindi
selain filsuf juga ahli ilmu pengetahuan. Menurutnya pengetahuan terbagi dalam
dua bagian :
1. Pegetahuan
Ilahi (Divine Science), sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an yaitu
pengetahuan yang langsung diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini
ialah keyakinan.
2. Pengetahuan
Manusiawi (Human Science) atau falsafat. Dasarnya ialah pemikiran
(ratio-reason).
Argumen-argumen
yang dibawa Al-Qur’an lebih meyakinkan daripada argumen-argumen yang
ditimbulkan falsafat. Tetapi filsafat dan Al-Qur’an tidak bertentangan artinya
kebenaran yang diberitakan wahyu tidak bertentangan dengan kebenaran yang
dibawa falsafat. Mempelajari falsafat dan berfalsafat tidak dilarang, karena
teologi adalah bagian dari falsafat da umat Islam diwajibkan belajar teologi.[6]
Menurut
Al-Kindi, filsafat ialah pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth).
Disinilah terlihat persamaan falsafah dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan
apa yang benar dan apa yang baik begitu pula dengan tujuan falsafah. Agama
disamping wahyu mempergunakan akal, dan falsafah juga mempergunakan akal. Yang benar
pertama (The First Truth) bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Falsafah demikian membahas
soal Tuhan sehingga agama menjadi dasar filsafatnya. Intisari Filsafatnya
adalah bahwa falsafah yang paling tinggi ialah falsafah tentang Tuhan.
Tuhan
dalam falsafah Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah.
Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah
pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak
mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus atau
spesies. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan.[7]
b. Falsafah
Jiwa
Tidak
mengherankan bahwa pembahasan tentang jiwa menjadi agenda yang penting dalam
filsafat Islam. Hal ini disebabkan karena jiwa termasuk unsur utama dari
manusia, bahkan ada yang mengatakan sebagai intisari dari manusia.[8]
Menurut
Al-Kindi, roh tidak tersusun secara simple,sederhana tetapi mempunyai arti
penting,sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya
dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.[9]
Roh adalah lain dari badan dan mempunyai wujud sendiri. Argumen yang
dikemukakan Al-Kindi tentang kelainan roh dari badan ialah keadaan badan
mempunyai hawa nafsu dan sifat pemarah. Roh menentang keinginan hawa nafsu dan
sifat pemarah.
Pengetahuan
dalqm paham ini merupakan emanasi. Karna roh adalah cahaya dari tuhan, roh
dapat menangkap ilmu-ilmu yang ada pada tuhan. Akan tetapi, kalau roh kotor,
sebagaimana halnya dengan cermin yang kotor, roh tak dapat menerima
pengetahuan-pengetahuan yang dipancarkan oelh cahaya yang berasslkan dari
tuhan. Roh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya badan. Ia tidak
hancur karna subtansinya beraal dari subtansi tuhan. Ia adalah cahaya yang dipancarkan
tuhan. Selama dalam badan, roh tidak memperoleh kesenangan yang sebenarnya dan
pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai(meninggaldunia) dengan
badan roh memperoleh kesenangan yang sebenarnya dalam bentuk pengentahuan yang
sempurna. Setelah bercerai dengan badan, roh pergi ke alam kebenaran atau alam
kekal (tuhan) diatas bintang-bintang, didalam lingkungan cahay tuhan, dekat
dengan tuha, dan dapat melihat tuhan. Disinilah kesengan abadi dari roh.
Al-kindi
adalam risalahnya menjelaskan akal. Ia gambarkan akal sebagai potensi sederhana
yang dapat mengetahui hakikat-hakikat sebenarnya dari benda-benda. Akal
menurutnya terbagi menjadi empat macam. Satu berada di luar jiwa manusia, dan
yang tiga lagi berada di dalamnya.[10]
1. Akal
yang selamanya dalam aktualitas (al-‘aql allazi bi al-fi’l abada). Akal
pertama ini berada di luar jiwa manusia, bersifat Ilahi dan selamanya dalam
aktualitas. Karena selalu berada dalam aktualitas, akal inilah yang membuat
akal yang bersifat potensi dalam jiwa menjadi aktual.
2. Akal
yang bersifat potensial (al-‘aql bi al-quwwat), yakni akal murni yang
ada dalam diri manusia yang masih merupakan potensi dan belum menerima
bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.
3. Akal
yang bersifat perolehan (acquired intellect). ini adalah akal yang telah
keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai memperlihatkan dan
mulai menampakkan pemikiran abstraksinya. Akan perolehan ini dapat di contohkan
dengan kemampuan positif yang di peroleh orang dengan belajar, misalnya tentang
bagaimana cara menulis. Penamaan perolehan, agaknya di maksudkan oleh Al-kindi
untuk menunjukkan akal dalam bentuk ini diperoleh dari akal yang berada di luar
jiwa manusia, yakni akal pertama yang membuat akal potensial keluar menjadi
akan aktualitas.
4. Akal
yang berada dalam keadaan aktual nyata, ketika ia aktual, maka ia di sebut akal
yang ke dua. Akal dalam bentuk ini merupakan akal yang telah mencapai tingkat
ke dua dari aktualitas. Ia dapat di ibaratkan dengan proses penulisan kalau
seseorang sungguh-sungguh melakukan penulisan.
Jadi,
hanya jiwa yang sucilah yang dapat sampai ke alam kebenaran itu. Jiwa yang
masih kotor dan belum bersih harus mengalami penyucian terlebih dahulu.
Mula-mulanya ia harus pergi ke bulan, kemudian setelah membersihkan diri
disana, dilanjutkan ke merkuri, dan seterusnya, naik setingkat demi setingkat
sampai akhirnya (sesudah benar-benar bersih) mencapai alam akal, dalam
lingkungan cahaya Allah dan melihat Allah. Disini terlihat bahwa Al-Kindi tidak
percaya pada kekekalan hukuman terhadap jiwa, tetapi meyakini bahwa pada
akhirnya jiwa akan memperoleh keselamatan dan naik ke alam akal. Alhasil, bagi
Al-Kindi jiwa adalah, sesuai dengan terminologi Al-Qur’an, khalidina fiha
yang dalam bahasa indonesia sering diterjemahkan dengan kekal, namun kekalnya
berbeda dengan Allah karena kekalnya dikekalkan Allah.
[1]
Prof.Dr.H. Sirajuddin Zar, M.A ,Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya),(Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada,2017),halaman 39.
[2]
Prof.Dr. Juhaya S. Praja, M.A ,Pengantar Filsafat Islam (Konsep,Filsuf, dan
Ajarannya),(Bandung : CV Pustaka Setia,2009),halaman 50.
[3][3]
Prof.Dr. Harun Nasution,Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam,(Jakarta : PT Bulan
Bintang,2008),halaman 6.
[4]
Prof.Dr.H. Sirajuddin Zar, M.A ,Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya),(Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada,2009),halaman 41.
[5]
Prof.Dr. Juhaya S. Praja, M.A ,Pengantar Filsafat Islam (Konsep,Filsuf, dan
Ajarannya),(Bandung : CV Pustaka Setia,2009),halaman 54.
[6]
Prof.Dr. Harun Nasution,Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam,(Jakarta : PT Bulan
Bintang,2008),halaman 7.
[7]
Prof.Dr. Juhaya S. Praja, M.A ,Pengantar Filsafat Islam (Konsep,Filsuf, dan
Ajarannya),(Bandung : CV Pustaka Setia,2009),halaman 56.
[8][8]
Prof.Dr.H. Sirajuddin Zar, M.A ,Filsafat Islam (Filosof dan
Filsafatnya),(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2009),halaman 58.
[9]
Prof.Dr. Harun Nasution,Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam,(Jakarta : PT Bulan
Bintang,2008),halaman 8.
[10]
Prof.Dr.H. Sirajuddin Zar, M.A ,Filsafat Islam (Filosof dan
Filsafatnya),(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2009),halaman 58.
1 Komentar untuk "MAKALAH "Pemikiran Al-Kindi""
untuk kritik dftar pustaka dll kok ngga ada yaa