MAKALAH Perbedaan Pendapat Imam Madzhab Dalam Hal Menyentuh Wanita

Posted by at 0 komentar

MAKALAH
Perbedaan Pendapat Imam Madzhab Dalam Hal Menyentuh Wanita
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Madzhab yang Di Bimbing oleh
Dosen Pengampu : Ahmad Fajar Shodiq.M.Th.I.





Di Susun Oleh :

                                                MUSFIK ALAMSYAH                      U20162006
                                                ABDUL HARIS                                   U20162016
                                                MUJIBUR ROHMAN             U20162008



FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
PRODI ILMU HADIST
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TAHUN 2017-2018







DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
                       
BAB I ......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................................. 1
Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
Tujuan.......................................................................................................................... 1
BAB II......................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN......................................................................................................... 2
Permasalahan menyentuh wanita secara umum............................................................... 2
Perbedaan madzhab tentang menyentuh wanita ............................................................. 3
BAB III....................................................................................................................... 6
PENUTUP.................................................................................................................. 6
Kesimpulan.................................................................................................................. 6
Daftar Pustaka............................................................................................................. 6



                                   
                 
           

           
           
           

            
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Wudhu adalah syari’at (tatanan) agama yang mempunyai makna bersih, baik bersih dari kotoran, najis, dosa atau lainya. Dengan melakukan wudhu seseorang diperbolehkan melakukan ibadah yang asalnya dilarang sebab hadats kecil. Dengan melakukan wudhu sesuai dengan kriteria yang ada di salah satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali) maka diperbolehkan melaksanakan sholat, thawaf, atau yang lainya Penghalang ma’nawi dapat kembali sebab melakukan hal-hal yang membatalkan wudhu, diantaranya menyentuh wanita.
Berbicara tentang menyentuh wanita apakah dapat memabatalkan wudhu’  maka  beragam perbedaan dikalangan madzhab al-arba’ah mengenai hal-hal yang termasuk kategori menyentuhnya wanita tersebut akan dapat membatalkan wudhu. Maka dari itu perlunya kita membahas dalam mkalah ini sehingga jelas dan terungkap hukum – hukum dikalangan ulama’ khususnya madzhab yang empat perihal masalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendapat tentang permasalahan menyentuh wanita secara umum ?
2.      Bagimana pendapat para imam madzhab tentang masalah menyentuh wanita yang membatalkan wudhu’ ?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pendapat tentang permasalahan menyentuh wanita secara umum.
2.      Untuk mengetahui pendapat para imam madzhab tentang masalah menyentuh wanita yang membatalkan wudhu’.





BAB II
PEMBAHASAN
A.     Masalah Wanita Yang Membatalkan Wudhu
Ulama’ berbeda pendapat tentang  hukum batalnya wudhu’ sebab menyentuh anggota seorang perempuan yang bukan mahram. Sebab iktilaf pada masalah ini karna penamaan lamsu menurut kalam arab. Ada yang  mengartikan kata lamsu menyentuh dengan menggunakan tangan dan ada pula yang mengartikan dengan bersetubuh (jimak). Sedangkan ulama’ yang menyatakan bahwa menyentuh itu membatalkan wudhu’mengemukakan argumentasi bahwa kata al-lams  pada hakikatnya berarti menyentuh dengan tangan akan tetapi makna secara majaz dapat berarti bersetubuh. jika suatu kata berada di antara  arti hakikat dan majas, maka kata itu di bawah ke arti hakikat sehingga ada dalil atas kemajasanya. Sedangkan ulama’ lain berpendapat bahwa jika suatu lafal banyak di pakai arti majas , maka arti majas lebih kuat digunakan di bandingkan dengan arti hakikat.[1]
Secara umum batal atau tidaknya wudhu karena menyentuh wanita diambil dari dalil al qur’an yaitu firman Allah Ta’ala yang didalam QS. Al Ma-idah: 6 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...”.
Mereka menafsirkan kalimat “lamastumun nisaa’” dengan menyentuh perempuan. Landasannya adalah perkataan Ibnu Mas’ud "     " اللَّمْسُ، مَا دُوْنَ الجِمَاع  perkataan yang serupa juga dikatakan oleh Ibnu ‘Umar. Jadi, menurut keduanya lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan badan seperti menyentuh. Akan tetapi, tafsiran dua sahabat ini bertentangan dengan perkataan sahabat yang lain yaitu Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Beliau mengatakan, "  " إن”المس واللمس”، والمباشرة، الجماع، ولكن الله يكني ما شاء بما شاءArtinya : “Namanya al mass, al lams dan al mubasyaroih bermakna jima’ (berhubungan badan). Akan tetapi Allah menyebutkan sesuai dengan yang ia suka.[2]
B.     Pendapat Para Imam Madzhab Mengenai Batalnya Wudhu
Masalah batalnya wudhu dengan khususnya bersentuhannya laki-laki dan perempuan memang saat ini masih menjadi khilafiyah. Oleh sebab itu, pendapat para ulama terkemuka dalam madzhab yang empat mengenai masalah ini pun berbeda-beda, yaitu:
1.      Pendapat Madzhab Maliki
Madzhab Maliki lebih kondisional dalam menyikapi hal ini, yakni bersentuhan antara lelaki dan perempuan itu membatalkan wudhu apabila:
a.       Lelaki yang menyentuh perempuan itu sudah baligh
b.      Sentuhan itu bermaksud untuk mendapatkan kenikmatan, atau tidak bermaksud begitu, tapi ternyata merasa nikmat
c.       Perempuan yang disentuh kulitnya terbuka atau berpakaian tapi dengan kain yang tipis. Jadi kalau kain penutup itu tebal, maka tidak batal wudhuya, kecuali bila persentuhan itu dengan cara memegang salah satu anggota tubuh yang bertujuan untuk mendapat kenikmatan atau ternyata merasa nikmat meski awalnya tidak bermaksud demikian
d.      Orang yang disentuh tergolong perempuan yang sudah dapat membangkitkan syahwat lelaki
kriteria bersentuhan kulit yang membatalkan wudhu yaitu: terjadi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom dan disertai dengan merasakan nikmat, walaupun terdapat penghalang yang tipis. Pijakan beliau terhadap ketentuan “harus disertai rasa nikmat” adalah sebuah hadits yang diriwayatkan imam Muslim dari Aisyah :
عن عائشة رضي الله عنها أنها قالت كنت أنام بين يدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ورجلاي في  قبلته فإذا سجد غمزني فقبضت رجلي والبيوت يومئذ ليس فيها مصابيح  (رواه مسلم)
Artinya : “ saya tidur didekat Rasuluallah dan kakiku berada di hadapanya, ketika sujud beliau menekan (kaki) ku, kemudian aku menarik kakiku, kejadian ini ketika rumah dalam keadaan gelap dan tidak ada lampunya “. (HR. Muslim).
Dari redaksi hadits diatas imam Malik mengklaim bahwa memegang perempuan dapat membatalkan wudhu jika disertai rasa nikmat, karena ketika Nabi menyentuh Aisyah dalam keadaan sholat, beliau tidak membatalkan sholat-Nya, yang berarti secara logika wudhunya tidak batal.
2.      Pendapat Madzhab Hanafi
Para ulama madzhab Hanafi mengatakan bahwa sekedar bersentuhan antara lelaki dan perempuan tidaklah membatalkan wudhu, kecuali bila yang dimaksud adalah sentuhan yang penuh semangat, dimana kemaluan mereka masing-masing saling menempel dengan syahwat tanpa dihalangi oleh sesuatu apapun yang dapat mencegah terasanya panas tubuh masing-masing oleh kedua belah pihak. Jika terjadi sentuhan yang sedemikian rupa antara lelaki dan perempuan maka wudhu mereka benar-benar batal. Demikian pula bila terjadi persentuhan yang serupa antara dua orang perempuan, maka keduanya batal wudhunya.[3]
3.      Pendapat Madzhab Syafi’i
Menurut para ulama madzhab Syafi’i persentuhan antara seorang perempuan dengan lelaki yang bukan muhrim mutlak membatalkan wudhu. Sekalipun tidak menimbulkan rasa nikmat dan meski si lelaki sudah tua dan perempuan sudah nenek-nenek, apabila tidak ada sesuatu yang menghalangi antara kulit mereka. Dalam hal ini, persentuhan antara sesama perempuan atau sesama banci tidaklah membatalkan wudhu, meski pada masing-masing timbul syahwat.
Menurut madzhab ini, persentuhan antara lelaki dan perempuan yang membatalkan wudhu disini adalah bila masing-masing pihak telah mencapai umur dewasa yang pada umumnya mulai timbul syahwat terhadap sesamanya. Namun demikian, tidak termasuk rambut, gigi, dan kuku dalam anggota tubuh yang membatalkan bila disentuh. Tetapi jika saudara wanita maka wudhunya tidak batal.[4]
Sebagian ulama mengajukan pendapat bahwa orang yang menyentuh wanita dengan tangannya, dan meraba tanpa pelapis, maka ia wajib wudhu. Demikian halnya dengan seorang yang mencium wanita, terlepas dari merasakan atau tidak, karena berciuman, bagi sebagian ulama ini dinilai sebagai sentuhan juga. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan para pengikutnya. Ia berpendapat bahwa yang menyentuh atau yang disentuh diperlakukan sama yakni harus wudhu. Dalil yang menjadi dasarnya adalah Al-Maidah ayat 6 diatas yang diartikan bahwa lamtsu diartikan menyentuh.
4.      Pendapat Madzhab Hambali
Menurut madzhab Hambali dengan tegas menetapkan bahwa sentuhan antara lelaki dan perempuan jelas membatalkan wudhu. Apabila sentuhan itu terjadi dengan syahwat tanpa ada penghalang. Tidak peduli apakah yang bersentuhan itu masih muhrim atau bukan, dan apakah yang disentuh itu masih hidup atau sudah mati, masih muda atau sudah tua, telah dewasa maupun masih kecil, asal telah mencapai umur yang biasanya sudah dapat menimbulkan syahwat. Madzhab ini menitik beratkan pada timbulnya syahwat atau tidak, jika sentuhannya timbul syahwat maka batal. Dalil yang menjadi pijakan beliau adalah Disamping Al-maidah ayat 6 juga hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Abu Dawud, Artinya : Rasuluallah mencium Aisyah lalu beliau melaksanakan sholat tanpa wudhu dulu. (HR. Abu Dawud).
Sedangkan hukum perempuan yang menyentuh laki-laki juga terjadi perbedaan pendapat dikalangan Ulama’ Hambali, yaitu tidak membatalkan wudhu, karena yang tertera pada ayat Al-qur’an hanya menyatakan bahwa orang laki-laki yang menyentuh perempuan wudhunya batal, ayat ini tidak bias disimpulkan bahwa wudhunya perempuan juga batal dengan menyentuhnya laki-laki.[5]



BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Secara umum perbedaan pendapat ulama’ dalam hal menyentuh wanita dapat yang membatalkan wudu’ terklasifikasi dalam 3 pendapat :
1.      Pendapat pertama: menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, juga pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.
2.      Pendapat kedua: menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah. Pendapat ini dipilih oleh madzhab Abu Hanifah, Ibnu ‘Abbas dan ulama’ lainnya
3.      Pendapat ketiga: menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat. Pendapat ini adalah pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang  masyhur.


DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Rusdy,Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid
Wahbah Azzuhaili,Fiqhul Islam Wa Adillatuhu
Abdurrohman Al Juzairi,Kitabul Fiqhi Ala Madzahibil Arbah








[1] Rusdy,Ibnu,Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid,hal 66-68
[2] Ibid, hal 67
[3] Wahbah Azzuhaili,fiqhul islam wa adillatuhu,hal 274
[4] Ibid,hal 276
[5] Abdurrohman al juzairi,Kitabul fiqhi ala Madzahibil arbah,hal 76

tags :

0 Komentar untuk "MAKALAH Perbedaan Pendapat Imam Madzhab Dalam Hal Menyentuh Wanita"

Back to Top