MAKALAH
Kewajiban Berdakwah
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir
II yang di bimbing oleh
Dosen
pengampu : Ah. Syukron Latif, Lc, M.A
Di
Susun Oleh :
MUSFIK ALAMSYAH U20162006
ACH. DIMYATI MUSTOFA U2016202
MUJIBUR ROHMAN U20162008
FAKULTAS
USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
PRODI
ILMU HADIST
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
TAHUN
2017-2018
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
Latar Belakang........................................................................................................... 1
Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB II....................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
Pengertian Dakwah.................................................................................................... 2
Kewajiban Dakwah QS. Al – Maidah 67................................................................... 3
Kewajiban Dakwah QS. Ali Imron 104..................................................................... 6
BAB III...................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................. 9
Kesimpulan................................................................................................................. 9
Daftar isi..................................................................................................................... 9
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an ialah salah satu sumber hukum dan dalil hukum, dan
sebagai petunjuk atau sebagai sumber dari ilmu pengetahuan yang berasal dari
Allah supaya manusia menjadi makhluk yang mengenal Allah dan mampu mengemban
amanah sebagai khalifah Allah. Tafsir Al-Qur’an adalah penjelas tentang maksud
firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat,
sehingga yang dicerna atau yang diperoleh seorang penafsir dari Al-Qur’an
bertingkat-tingkat pula.
Di dalam Al-Qur’an mengandung nilai-nilai pendidikan, muamalah,
hukum bahkan dakwah. Nilai nilai dakwah ini yang kita akan telaah bersama,
Berkaitan dengan kewajiban umat islam untuk berdakwah yang secara kongkrit
telah terkodifikasi di dalam al – qur’an. Sehingga hal ini berkolerasi dan
materi yang ditawarkan pada mata kuliah tafsir dakwah yang tercakup pada Qs.
Al-Maidah 67 dan Qs Ali imron 104.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
dakwah ?
2.
Bagaimana
Kewajiban berdakwah pada surat Al Maidah Qs Al-Maidah 67 ?
3.
Bagaimana
Kewajiban berdakwah pada surat Al Maidah Qs Ali Imron 104 ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dari dakwah itu sendiri
2.
Untuk
mengetahui Kewajiban berdakwah pada surat Al Maidah Qs Al-Maidah 67.
3. Untuk mengetahui Kewajiban berdakwah pada surat Al Maidah Qs Ali
Imron 104.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Dakwah
Di tinjau dari segi etimologi dakwah berasal dari bahasa Arab yang
berarti “panggilan, ajakan atau seruan”. Dalam ilmu tata bahasa Arab, kata
Dakwah berbentuk sebagai “isim mashdar”. Kata ini berasal dari fi’il
“da’a-yad’u”, artinya memanggil, mengajak atau menyeru. Orang yang memanggil,
mengajak atau menyeru atau melaksanakan dakwah dinamakan da’inya, terdiri dari
beberapa orang (banyak) di sebut “du’ah”.
Dakwah menurut arti istilahnya mengandung beberapa arti yang
beraneka ragam. Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan pengertian terhadap
istilah dakwah terdapat beraneka ragam pendapat. Menurut Drs. Hamzah Yaqub
dalam bukunya “Publistik Islam” memberikan pengertian dakwah dalam islam ialah
“mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk
Allah dan Rasul”.[1]
Asmuni syukir berpendapat bahwa istilah dakwah itu dapat di artikan
dari dua sudut pandang, yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan
bersifat pengembangan. Pembinaan artinya suatu kegiatan untuk mempertahankan
dan menyempurnakan sesuatu hal yang telah ada sebelumnya. Sedangkan
pengembangan berarti suatu kegiatan yang mengarah kepada pembaharuan. Dengan
demikian pengertian Dakwah yang bersifat pembinaan adalah suatu usaha
mempertahankan, melestariakan dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap
beriman kepada Allah, dengan menjalankan syariat nya sehingga mereka menjadi
manusia yang hidup bahagia di dunia maupun akherat. Sedangkan pengertian dakwah
yang bersifat pengembangan adalah usaha mengajak umat manusia yang belum
beriman kepada Allah agar mentaati syariat islam supaya na’ntinya dapat hidup
bahagia dan sejahtera di dunia maupun akherat.[2]
2.
Kewajiban Berdakwah
Pada dasarnya setiap muslim dan muslimah di wajibkan untuk
mendakwahkan islam kepada orang lain baik muslim maupun non muslim Misalnya
amar ma’ruf, nahi munkar, memberi nasihat dan sebagainya. Hal ini menunjukkan
bahwa hukum islam tidak mewajibkan bagi umatnya untuk selalu mendapatkan hasil
semaksimalnya, akan tetapi usahanyalah yang diwajibkan semaksimalnya sesuai
dengan keahlian dan kemampuannya. Adapun orang yang diajak, ikut ataupun tidak
ikut itu urusan Allah. ketentuan
semacam ini di dasarkan pada firman Allah Swt :
A.
Surat Al – Maidah 67
يَا
أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ
تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(QS
Al-Maidah 67).[3]
1.
Asbabun Nuzul
Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian.
Namun karena ada dukungan langsung dari Alloh maka keberanian itu muncul.
Dukungan dari Alloh sebagai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan
etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, dibelakangnya
ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu Alloh SWT.
Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada keberanian, tidak ragu-ragu
dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan nilai
merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang
hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” . Sehingga Allah
berfirman sebagai penegasan dukungan keselamatan :
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Alloh memelihara kamu dari (gangguan) manusia
Imam AL-Qurtubi memperjelas dalam konteks kerisalahan nabi sebagai
rasul. Beliau mengungkapkan sebab rasul tidak berani menyampaikan risalah
kenabian secara terang-terangan. Beliau menulis dalam tafsirnya :
قيل: معناه أظهر التبليغ; لأنه كان في
أول الإسلام يخفيه خوفا من المشركين, ثم أمر بإظهاره في هذه الآية, وأعلمه الله أنه
يعصمه من الناس
Arti “baligh” menurut Imam Al-Qurtubi lebih menampakan pada proses
penyampaian amanah kapada masyarakat. Karena di awal penyebaran agama Islam
nabi khawatir kepada orang-orang musyrik Makkah. Kemudian Alloh memerintahkan
untuk menampakan kerisalahan tersebut dengan diturunkannya ayat ini. Dan Alloh
memberitahu kepada nabi bahwa Alloh akan menjaga keselamatannya. Bahkan bila
nabi tidak menyampaikan ayat, menyembunyikan risalah dan amanat tersebut maka
nabi dikatakan sebagai orang yang “kadzab”, berdusta.
Kata “Baligh” dalam bahasa Arab atinya sampai, mengenai sasaran,
atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qawl (ucapan), kata balig berarti
fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena
itu prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebgai prinsip komunikasi yang
effektif. Komunikasi yang efektif dan efisien dapat diperoleh bila
memperhatikan pertama, bila dalam pembelajaran menyesuaikan pembicaranya dengan
sifat khalayak. Istilah Al-Quran “fii anfusihiim”, artinya penyampaian dengan
“bahasa” masyarakat setempat. Hal yang kedua agar komunikasi dalam proses
pembelajaran dapat diterima peserta didik manakala komunikator menyentuh otak
atau akal juga hatinya sekaligus. Tidak jarang di sela khotbahnya nabi berhenti
untuk bertanya atau memberi kesempatan yang hadir untuk bertanya, terjadilah
dialog. Khutbah nabi pendek tetapi padat penuh makna sehingga menyentuh dalam
setiap sanubari pendengarnya.
Menurut beberapa hadis yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi
SAW, seperti Ibnu Abbas, Abu Said Al-Khudri, Al-Barra’ bin Azib, Abu Hurairah,
dan lainnya, ayat ini turun setelah haji Wada’ di Ghadir Khum sehubungan dengan
perintah memproklarnirkan kepemimpinan (wilayah) Ali bin Abi Thalib a.s.
2.
Tafsir Ayat
Menurut penjelasan dari Ibnu Katsir, Allah SWT berfirman sambil
mengkhitabi hamba dan rasulnya Muhammad SAW dengan ungkapan “Rasul” dan
menyuruhnya supaya menyampaikan seluruh perkara yang dibawanya dari Allah SWT.
Dan Nabi Muhammad SAW telah melaksanakan perintah itu dan menjalankan risalah
dengan sempurna. Sehubungan dengan penafsiran ayat ini, Bukhari meriwayatkan
dari ‘Aisyah, “ Barangsiapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad
menyembunyikan sesuatu dari apa yang diturunkan Allah SWT kepadanya, maka
berdustalah orang itu, dan dia berfirman, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari tuhanmu.”demikianlah bunyi hadits itu secaara ringkas.
Hadits ini dikemukakan oleh Bukhari-Muslim dalam Shahihain-Nya secara lengkap.[4]
Di dalam ayat-ayat yang telah lalu Allah SWT mengungkapkan watak
orang-orang Yahudi yang lebih keji dari watak mereka yang telah di ungkapkan dalam
ayat-ayat sebelumnya, yaitu tuduhan mereka bahwa Allah SWT bersikap kikir,
tidak suka mengampuni dosa dan sebagainya. Diungkapkannya juga bahwa mereka
berwatak demikian itu lantaran telah menyimpang dari tuntutan kitab Allah,
sehingga mereka tidak menyadari perbuatan mereka yang keji itu. Kemudian di
dalam ayat-ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw, agar
menyampaikan wahyu yang telah diterima dengan tidak usah menghiraukan sikap
orang-orang Yahudi yang memusuhinya, bahkan Nabi Muhammad Saw, diperintahkan
untuk menyeru mereka agar kembali kepada tuntunan Taurat dan Injil, agar mereka
menjadi orang yang beragama tauhid dan menempuh jalan yang benar, sesuai
tuntutan nabi-nabi yang telah di utus kepada mereka dengan silih berganti[5]
Lalu dengan Firman Allah SWT, “Dan Allah melindungimu dari gangguan
manusia.”maksudnya adalah, Allah menyampaikan untuk menyampaikan risalah-Nya,
sehingga Allah akan melindungimu dari gangguan manusia, nenolongmu, dan
membantumu dalam mengalahkan musuh-musuhmu serta menenangkanmu atas mereka.
Maka janganlah kamu takut dan sedih. Tidak ada gangguan seorangpun yang akan
menyentuhmu. Sebelum turun ayat ini Nabi Muhammad SAW dijaga. Imam Ahmad
meriwayatkan dari ‘Aisyah RA yang menceritakan, “pada suatu malam Rasulullah
SAW berjaga. Aku mendekatinya dan berkata, ‘wahai Rasulullah, ada apa?’ Beliau
menjawab, “aku berkeinginan ada orang baik hati dari sahabatku yang menjagaku
pada malam hari.’ Tatkala aku bertanya demikian, tiba-tiba aku mendengar suara.
Nabi bersabda, ‘siapa itu?’ Orang iru berkata, ‘Saya Sa’ad bin Malik’, Nabi
bertanya, ‘Apa yang telah mendorongmu datang kesini?’ Dia menjawab, “Ya
Rasulullah, saya datang untuk menjagamu.’ Maka aku mendengar dengkaur
Rasulullah dalam tidurnya.” Hadits ini dikemukakan dalam Shahihain.[6]
Ayat ini mengajarkan kepada Nabi Muhammad agar tidak perlu takut
menghadapi gangguan dari mereka dalam membentangkan rahasia dan keburukan
tingkah laku mereka itu karena Allah menjamin akan memelihara Nabi Muhammad
dari gangguan, baik masa sebelum hijrah oleh orang kafir Quraisy maupun sesudah
hijrah oleh orang Yahudi. Apa-apa yang Allah telah turunkan kepada Muhammad
adalah amanat yang wajib disampaikan seluruhnya kepada manusia. Menyampaikan
sebagian saja dari amanat Nya dianggap sama dengan tidak menyampaikan sama
sekali.
Demikianlah kerasnya peringatan tuhan kepada Muhammad. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tugas menyampaikan amanat adalah kewajiban rosul. Tugas
penyampaian tersebut tidak boleh ditunda dari waktunya meskipun penundaan itu
dilakukan untuk menunggu kesanggupan manusia untuk menerimanya, karena masa
penundaan itu dapat dianggap sebagai suatu tindakan penyembunyian terhadap
amanat Allah. Ancaman terhadap penyembunyian sebagian amanat Allah sama
kerasnya ancaman terhadap sikap seseorang yang beriman kepada sebagian
rosul-rosul saja dan beriman kepada sebagian ayat-ayat Al Qur'an saja. Meskipun
seorang rosul bersifat maksum yakni terpelihara dari sifat tidak menyampaikan,
namun pada aya ini Allah menegaskan pada rosulnya secara tegas bahwa tugas
menyampaikan amanat adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar atau
ditunda-tunda meskipun menyangkut peribadi rosul sendiri seprti halnya yang
akan terjadi anatara Zainab binti Jahsy dengan Nabi Muhammad sebagaimana yang
diuraikan oleh firman Allah.[7]
B.
Surat Ali Imron 104
وَلْتَكُن مِّنكُمْ
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan ummat yang menyeru pada kebajikan menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang orang yang beruntung. [8]
1.
Asbabun Nuzul
Pada zaman jahiliyah sebelum
Islam ada dua suku yaitu, Suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan turun
temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut berakhir setelah Nabi
Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada akhirnya suku Aus yakni
kaum Anshar dan suku Khazraj hidup berdampingan secara damai dan penuh
keakraban.
Suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat suku Aus dengan
suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal
sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan kedamaian
mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama suku Aus dan
Khazraj untuk menyinggung perag Bu’ast yang pernah terjadi antara Aus dan
Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya
masing-masing, saling mencaci maki dan mengangkat senjata, dan untung
Rasulullah SAW yang mendengar peristiwa tersebut segera datang dan menasehati
mereka : Apakah kalian termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah
mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian
semua yang berkaitan dengan jahiliyah ?. setelah mendengar nasehat Rasul,
mereka sadar, menangis dan saling berpelukan. Sungguh peristiwa itu adalah
seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa. Maka turunlah surat Ali Imran
ayat 104.[9]
2.
Tafsir Ayat
Allah memerintahkan untuk menempuh jalan yang berbeda, yaitu
menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan
kebajikan dan makruf, dan mencegah mereka dari yang munkar yaitu dari yang
nilai buruk lagi di ingkari oleh akal sehat masyarakat. Dengan adanya dakwah,
maka terdapatlah masyarakat yang sehat. Dan itulah tujuan hidup manusia, sebab
manusia itu pada hakekatnya tidaklah ada yang menyukai yang munkar dan menolak
yang ma’ruf. Maka apabila amar ma’ruf nahi munkar terhenti, itulah tanda bahwa
masyarakat tadi mulai ditimpa penyakit. Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup
manusia ialah pada adanya kesadaran akan kebaikan dan ma’ruf dan tolakan yang
mutlak atas yang munkar. Itulah sebabnya maka ujung ayat menegaskan: “Dan
mereka itu, ialah orang-orang yang beroleh kemenangan” (ujung ayat 104).[10]
Disamping itu penjelasan ayat 104 Ali Imran ini, berisikan perintah
Allah SWT. Bahwa setelah masing-masing berusaha memperbaiki dirinya sendiri,
agar memikirkan pula nasib orang lain, merasa bertanggung jawab untuk mengajak
orang lain agar memperbaiki dirinya dengan jalan mengikuti agama Allah. Untuk
mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak dalam
bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana nampak gejala-gejala
perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar
supaya di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah
yang dengan tegas menyerukan kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf
(baik) dan mencegah dari yang mungkar (keji).[11]
Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam
sebuah hadits dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda : “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah
ia mencegahnya dengan tangannya. Dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya.
Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah
selemah-lemah iman.”Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang
itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”[12]
Dengan demikian umat Islam akan terpelihara daripada perpecahan dan
infiltrasi pihak manapun. Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup
tetapi harus dibarengi dengan menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Siapa saja
yang ingin mencapai kemenangan. maka ia terlebih dahulu harus mengetahui
persyaratan dan taktik perjuangan untuk mencapainya, yaitu: kemenangan tidak
akan tercapai melainkan dengan kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud
melainkan dengan persatuan. Persatuan yang kokoh dan kuat tidak akan tercapai
kecuali dengan sifat-sifat keutamaan. Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan
dengan terpeliharanya agama dan akhirnya tidak mungkin agama terpelihara
melainkan dengan adanya dakwah.[13]
Maka kewajiban pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar
agama dapat berkembang baik dan sempurna sehingga banyak pemeluk-pemeluknya.
Dengan dorongan agama akan tercapailah bermacam-macam kebaikan sehingga
terwujud persatuan yang kokoh kuat. Dari persatuan yang kokoh tersebut akan
timbullah kemampuan yang besar untuk mencapai kemenangan dalam setiap
perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat perjuangan itulah orang-orang
yang sukses dan beruntung.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dakwah berati
ialah “mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti
petunjuk Allah dan Rasul sebagaimana pendapat Drs. Hamzah Yaqub
Dan setiap umat Islam Dikenai kewajiban berdakwah sebagaimana
sebelumnya Allah memerintahkan Dakwah kepada Nabi Muhammad yang pada awalnya
Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun karena ada
dukungan langsung dari Alloh maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Alloh
sebagai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam
menyampaikan risalah
Dalam QS. Ali Imron ayat 104, demikian nyatalah kewajiban seorang
Untuk berdakwah yakni berda’wah kepada kebaikan; da’wah kepada tauhidullah, dan
amar ma’ruf nahi munkar. Dengan adanya dakwah, maka terdapatlah masyarakat yang
sehat. Dan itulah tujuan hidup manusia, sebab manusia itu pada hakekatnya
tidaklah ada yang menyukai yang munkar dan menolak yang ma’ruf. Maka apabila
amar ma’ruf nahi munkar terhenti, itulah tanda bahwa masyarakat tadi mulai
ditimpa penyakit. Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup manusia ialah pada
adanya kesadaran akan kebaikan dan ma’ruf dan tolakan yang mutlak atas yang
munkar.
Daftar Pustaka
Alquran dan Tafsirnya jilid 2, Departemen agama
Terjemah Tafsir Ibnu Katsir
Abdul Aziz, Qur’an Hadis
(Semarang: CV.Wicakrana, 1994)
Mahmud,abdul halim.1995.dakwah fardiyyah.jakarta:gema insani
pres
http://dyanz-kneights.blogspot.co.id/p/al-quran-surat-ali-imran-ayat-102-104.html
[1]
Mahmud,abdul halim.1995.dakwah fardiyyah.jakarta:gema insani pres. Hlm
29
[2] Ibid.
Hlm 29
[3] Quran
Terjemah, Departemen Agama RI. Hlm 172
[4] Terjemah
Ibnu Katsir, android
[5] Terjemah
Ibnu Katsir, Android
[6] Alquran
dan Tafsirnya jilid 2, Departemen agama RI. Hlm 484
[7] Alquran
dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, hlm 486
[8] Quran
terjemah, Departemen Agama RI, hlm 93
[9] http://dyanz-kneights.blogspot.co.id/p/al-quran-surat-ali-imran-ayat-102-104.html
[10] Abdul
Aziz, Qur’an Hadis (Semarang:
CV.Wicakrana, 1994) hlm. 48.
[11] Alquran
dan Tafsirnya, Departemen Agama RI
[12]
Terjemah Ibnu Katsir, Android
[13] Alquran
dan Tafsirnya, Departemen Agama RI

0 Komentar untuk "MAKALAH TAFSIR Kewajiban Berdakwah"