MAKALAH tentang Al-Ikhtilaf "Perbandingan Madzhab"

Posted by at 0 komentar
MAKALAH
Al-Ikhtilaf
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih perbandingan madzhab
                                       Yang dibimbing oleh Fajar Shodiq Lc. M.Th.I




Disusun oleh:
·         Deyis Magfirotul Hikmah         (U20162014)
·         Winarti                                      (U20162009)
·         Siti Ma’rufatul Mu’arofah         (U20162013)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
FAKULTAS USHULUDDIN,ADAB DAN HUMANIORA
PRODI ILMU HADITS

TAHUN AJARAN 2017/2018

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya , yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah fiqih perbandingan madzhab yang berjudul Al-Ikhtilah dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini kami berterima kasih kepada :
1.      Bapak Fajar Shodiq Lc. M.Th.I selaku dosen pengampu mata kuliah fiqih perbandingan madzhab semester 3.
2.      Kepada teman-teman program study Ilmu Hadits yang telah membantu dalam hal sarana prasarana juga dukungan motifasi dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari dalam setiap penulisan tiada kata sempurna, kami mohon kritik dan saran dalam hasil karya ini agar kami dapat lebih baik lagi menulis karya ilmiah kedepannnnya.




                                                                         Jember, 24 September 2017
                                          
                                                                         Penulis


DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................... 1
Daftar isi..................................................................................................... 2
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang............................................................................... 3
1.2  Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3  Tujuan ............................................................................................ 3
Pembahasan  
2.1  Ta’rif Al-Ikhtilaf................................................................................... 4
2.2  Al-Iktilaf Al-Maqbul............................................................................ 5
2.3  Asbab Al-Ikhtilaf ................................................................................ 6
Penutup
3.1  Kesimpulan.......................................................................................... 11
3.2  Saran.................................................................................................... 11
Daftar Pustaka............................................................................................ 12








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ada beberapa hal yang perlu disampaikan, pertama, dalam islam terdapempat madzhab fiqih yang terkenal. Urutannya: Hanafi, Maliki, Safi’i, Hambali. Inilah madzhab yang terkenal dalam fiqih islam. Kedua, walaupun sudah ada empat madzhab tidak berarti bahwa semua syari’at islam itu telah dibicarakan oleh keempat madzhab tersebut. Ini berarti, belum tentu pedapat di luar empat madzhab itu secara otomatis salah. Salah atau tidak mesti menggunakan pijakan dan patokan yang sudah disepakati yaitu Quran dan hadits. Ketiga, barangkali ada baiknya ikhwan fillah mengetahui, mengapa hanya empat madzhab ? karena hanya empat madzhab yang lolos dari seleksi alam. Mengapa bisa lolos, sebab imam-imam dari empat madzhab ini mempunyai pengikut-pengikut atau murid-murid yang rajin mencatat perkataan imamnya yang terus-menerus diwariskan hingga sampai kepada kita. Imam-imam yang diwariskan ilmu dari Imam yang empat itu belum tentu kadar keimanannya dibawah imam yang empat, banyak diantaranya yang juga sangat pandai. Namun pedapat-pendapat mereka akhirnya dinisbatkan kepada pemberi pendapat yang pertama, yaitu imam yang pertama.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Al-Iktilaf ?
2.      Bagaimana Al-Ikhtilaf Al-Maqbul ?
3.      Apa saja asbab Al-Ikhtilaf ?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Agar mengetahui secara jelas pengertian Al-Ikhtilaf
2.      Agar mengetahui bagaimana Al-Ikhtilaf yang Maqbul
3.      Untuk mengetahui asbab Al-Ikhtilaf

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ta’rif Al-Iktilaf
            Iktilaf menurut bahasa adalah perbedaan paham (pendapat). Ikhtilaf berdasar dari bahasa arab yang asal katanya khalafa, yakhlifu, khilafan. Maknanya lebih umum dari pada al diddu, sebab setiap hal yang berlawanan atau aldiddain pasti akan saling bertentangan.
            Manusia berbeda pendapat, mereka saling berbantah dan perang mulut. Terhadap perkara ini Allah menegaskan dalam firmannya QS. Maryam 37, yang artinya:
“maka berselisihlah golongan-ngolongan (yang ada) diantara mereka, maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar”. [1]
            Sedangkan menurut istilah ikhtilaf dan mugholif adalah mengambil satu jalan diantara jalan yang lain baik dalam keadaan ataupun pekerjaan, secara umum perbedaan itu setiap dua perkara yang berlawanan dan setiap dua yang berbeda itu belum tentu berlawanan.[2] Perbedaan pendapat dalam hukum Islam bagaikan buah yang banyak yang berasal dari satu pohon, yaitu pohon al-Qur’an dan Sunnah, bukan sebagai buah yang banyak yang berasal dari berbagai macam pohon. Akar dan batang pohon itu adalah al-Qur’an dan Sunnah, cabang-cabangnya adalah dalil-dalil naqli dan aqli, sedangkan buahnya adalah hukum Islam (fiqih) meskipun berbeda-beda atau banyak jumlahnya.[3]
Ikhtilaf dalam fiqih dibagi menjadi tiga: ikhtilaf maqbul, iktilaf madmum, dan ikhtilaf saighma’kul.
2.2 Al-Ikhtilaf Al-Maqbul
            Al-Ikhtilaf Al-Maqbul merupakan perbedaan yang diterima, ulama berbeda pendapat mengenai suatu kesunahan dari beberapa macam-macam hal tersebut dan mendahulukan kesunnahan dari yang lainnya dan Ibnu Taimiyah menyamakan hal ini dengan macam-macamnya haji jika seseorang melakukan haji qiran ataupun tamattuk ataupun ifrad maka hal itu sudah dianggap haji menurut ulamanya orang-orang Islam, meskipun ulama tersebut bertentangan mengenai yang lebih utama dari tiga hal tersebut. Begitu juga mengenai masalah adzan, adzan bisa dianggap benar meskipun di dalamnya ada bacaan tarji’ (dua kalimat syahadat) ataupun tidak, begitu juga dengan empat takbiran baik diawal atau ditengah-tengah takbir. Begitu juga mengenai iqamah, iqamah bisa sah baik dibaca sekali atau dua kali, dimana saja iqamahnya maka tetap sah menurut ulama orang Islam kecuali jika diantara manusia tersebut terdapat pertentangan.[4]
            Begitu juga mengenai permasalahan basmalah apakah dibaca keras atau pelan dan setiap keduanya itu boleh hukumnya dan tidak membatalkan shalat namun letak perbedaan itu pada kesunatannya sebagian ulama mensunnahkan sebagian lainnya memakruhkan.[5]
            Begitu juga masalah qunut dalam shalat subuh ulama berbeda pendapat mengenai kesunnahan dan kemakruhannya, begitunpula bagi yang meninggalkannya apakah harus melakukan sujud sahwi atau tidak. Namun apabila tidak melakukannya para ulama tetap menghukuminya dengan sah karena melakukan qunut itu bukan sebuah kewajiban. Begitu pula orang yang melakukan qunut, para ulama sepakat menghukumi shalatnya tetap sah karena qunut termasuk perpanjangan rukun yang ringan dan itu merupakan do’a pada rukun ini. Maka apabila seseorang melakukan qunut diselainnya waktu subuh maka pekerjaan tersebut tidak membatalkan shalat menurut kesepakatan ulama.[6]
            Begitu pula mengenai membaca istiftah, perbedaan ulama mengenai hal ini terletak pada hal kesunnahannya. Adapun perbedaan mengenai kewajibannya itu hanya sedikit terjadi, dan kewajiban istiftah tersebut berasal dari pendapat madzhab Imam Ahmad.
            Maka ikhtilaf ini merupakan ikhtilaf diantara umat yang mana perkaranya itu sangat mudah. Ibnu Taimiyah berkata : “Memecah diri dari umat mengenai hal ini hukumya itu tidak boleh memberikan hak pada sunnah dengan hak yang berada di atasnya”. Seperti contoh seseorang yang memberikan hukum yang lainnya seperti wajib dan sunnah yang afdhol. Karena tidak boleh hukumnya menjadikan perkara sunnah menjadi wajib dan juga sebaliknya sekiranya seseorang mencegah orang lain untuk meninggalkan perkara tersebut karena hal kewajibannya. Maka Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa orang yang seperti itu telah keluar dari agamanya dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan meninggalkan hal yang sunnah tersebut karena adanya perbedaan yang jelas itu hukumnya lebih utama dari pada melakukannya. Begitu pula yang wajib.[7]
            Dan menjadi sesuatu yang diketahui yaitu sesungguhnya(i’tilaful qulup) bersatunya hati umat islam di dalam agama itu lebih utama dari pada mengerjakan sunnah. Maka apabila ada seseorang meninggalkan sunnah karena alasan i’tilaful qulub maka hal tersebut lebih utama dikerjakan apabila didalamnya terdapat kemaslahatan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Aisyah RA. Rasulullah bersabda :” seandainya umatmu tidak memperbaharui atau merenovasi ka’bah pada zaman jahiliyah niscaya akan aku rusak dan aku ratakan ka’bah itu dengan bumi dan akan ku jadikan ka’bah itu sebagai tempat keluar masuknya seseorang.[8]
 2.3 Sebab-sebab Terjadinya Ikhtilaf
            Terjadinya perbedaan pendapat tentang menetapkan hukum islam, di samping disebabkan oleh faktor yang bersifat manusiawi, juga faktor lain karena adanya segi-segi khusus yang bertalian dengan agama.  Faktor penyebab itu mengalami perkembangan sepanjang petummbuhan hukum pada generasi berikutnya. Makin lama makin berkembang sepanjang sejarah hukum islam, sehingga kadang- kadang menimbulkan pertentangan keras, utamanya di kalangan orang – orang awam. Tetapi pada masa kemajuan ilmu pengetahuan dan  teknologi sekarang ini, masalah khilafiyah tidak begitu di persoalkan lagi, apabila ikhtilaf ini hanya dalam masalah furu’iyyah yang terjadi karna perbedaan dalam berijtihad.[9]
            Setiap mujtahid berusaha keras mencurahkan tenaga dan fikirannya untuk menemukan hukum Allah SWT dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang memerlukan penjelasan dan penegasan hukumnya. Dasar dan sumber pengambilan mereka yang pokok adalah sama, yaitu al-qur’an dan sunnah. Tetapi terkadang temuan mereka berbeda satu sama lain dan masing –masing dengan hasil ijtihadnya, yang menurut dugaan kuatnya adalah benar dan tepat.
            Syehk Muhammad al- madany dalam bukunya Asbab ikhtilaf al- Fuqoha’, membagi ikhtilaf itu pada empat macam, yaitu
1.      Pemahaman al-qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
2.      Sebab – sebab khusus tentang sunnh Rasulullah SAW.
3.      Sebab –sebab yang berkenan dengan qaidah –qaidah ushuliyyah dan fiqhiyyah.
4.      Sebab – sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil di luar al- qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Penjelasan dari masing –masing penyebab ikhtilaf itu adalah sbagai berikut:
1.      Pemahaman al- Qur’an dan sunnah
Seperti di maklumi, sumber syari’at islam adalah al- quran dan sunnah rasul. Keduanya berbahasa arab. Diantara kata-katanya ada yang  mempunyai arti lebih dari satu (musytarak). Selain itu pada ungkapannya terdapat kata ‘am (umum) tetapi yang dimaksudkannya “khusus”. Adapula perbedaan tinjauan dari segi lughawi dan ‘urfi serta dari segi mantuq dan mafhumnya.
Berikut ini dikemukakan dua contoh mengenai musytarak dalam nash al-aquran yang menimbulkan ikhtilaf tersebut.
Pertama kata ” ya’fu” kata ini mengandung dua arti musytarak yaitu menggugurkan dan menghibahkan. Konsekuensinya, para mujtahid berbeda pendapat dalam menentukan siapakah yang berhak membebaskan sebagian mahar yang telah di tentukan, apakah wali atau suami.
2.      Sebab – sebab Khusus Mengenai Sunnah Rasulullah SAW
Sebab –sebab khusus mengenai sunnah rasul SAW. yang menonjol antara lain: (a) pebedaan dalam penerimaan hadist, sampai atau tidaknya suatu hadits kepada sebagian pendapat, (b) perbedaan dalam menilai periwayatan hadits (shahih atau tidaknya), (c) perbedaan kedudukan syakhsbiyyah Rasul.
a.      Perbedaan dalam penerimaan hadits 
Para sahabat yang menerima dan menyampaikan (meriwayatkan) hdits, kesempatannya tidak sama. Ada banyak yang menghadiri majlis rasul, tentunya mereka inilah yang banyak menerima hadits sekaligus meriwayatkannya.tapi banyak pula diantara merek yang sibuk dengan urusan –urusan pribdinya, sehingga jarang menghadiri majlis Rasul, pada hal biasanya dalam majlis itulah rasul menjelaskan masalah –masalah yang ditanyakan atau menjelskan hukum sesuatu ; memerintah atau melarang dan menganjurkan sesuatu.
b.      Perbedaan dalam menilai periwayat hadits
Adakalanya sebagian ulama memandang periwayat suatu hadits shahih, sedangkan menurut ulama yang lain tidak, misalnya karna tidak memenuhi semua persyaratan yang telah mereka tentukan. Penilaian ini meliputi segi sanad, maupun matannya.
c.       Ikhtilaf tentang kedudukan Rasulullah SAW
Bahwa rasul disamping keberadaannya sebagai rasul, juga sebagai manusia biasa (Q.S. al- Kahfi : 110). Kadang –kadang  beliau bertindak sebagai panglima perang sebagai kepala negara dan sebagainya. Karena itu, tindakan dan ucapan yang dilakukan beliau tidak sama kedudukannya, kalau dikaitkan dengan keberadaan pribadinya ketika melakukannya.
3.      Perbedaan Mengenai Qawa’id Ushuliyyah dan Qawa’id Fiqhiyyah
Sebab –sebab perbedaan pendapat yang berkaitan dengan kaidah –kaidah ushul diantaranya adalah mengenai istisna’ yakni : apakah istisna’ yang terdapat sesudah beberapa jumlah yang di’athafkan satu sama lainnya, kembali kepada semua ataukah kepada jumlah terakhir saja. Adapuun sebab –sebab perbedaan pendapat (ikhtilaf) yang berkaitan denagn kaidah –kaidah fiqhiyah contohnya antara lain sebagai berikut :
a.      Madzhab Syafi’i menggunakan kaidah:” hukum terkuat dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang mengharamkannya.
b.      Madzab Hanafi menngunakan kaidah :” hukum yag terkuat dari segala sesuatu adalah haram, sehingga ada dalil yang menunjukkan kebolehannya.
4.      Perbedaan penggunaan dalil diluar Al-qur’an dan sunnah.
Ulama terkadang berbeda pendapat pula mengenai fiqh, disebabkan perbedaan penggunaan dalil diluar al-qur’an dan sunnah, seperti; Amal ahli madiah dijadikan dasar fiqh oleh imam malik, tidak dijadikan dasar oleh para imam yang lainnya. Begitu pula perbedaan dalam penggunaan ijma’ qiyas, maslahah mursalah, istihsan, sad al-Dzari’ah, istishhab, urf dsb, yang oleh sebagian ulama’ dijadikan dasar, sedang para ulama’ lain tidak menjadikan dasar dalam mengistimbatkan hukum, sekalipun kebenarannya perbedaan itu hanyalah dalam tingkatan penggunaannya saja.
Dari uraian diatas tentang sebab-sebab perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam disimpulkan bahwa:
a.      Perbedaan ulama’ mengenai sumber hukum utama (al qur’an) adalah dari segi pemahaman semata-mata terdapat nash-nash yang zhanny (tidak pasti )dalalahnya.
b.      Perbedaan mengenai sumber hukum yang ke dua, yakni sunnah rasul, yakni dari segi wurud (penilaian terhadapat sanad dan sebagian matan hadist), disamping segi dalalahnya, serta perbedaan mengenai kedudukan sunnah rasul sesudah dikaitan dengan Syakhshiyyah rasul (sebagai rasul atau insaniyahnya).
c.       Perbedaan pendapat dalam islam, bukan mengenai persoalan dasar (pokok), baik di kalangan ahlussunnah, maupun syiah dan mu’tazilah, melainkan perbedaan pandangan dan penilaian terhadap nuzusb, (al qur’an dan sunnah) yang memungkinkan dan memberi celah-celah adanya perbedaan penafsiran. Karna itu, peganut mahzab tertentu sering menentang mahzabnya sendiri, seperti ibn taimiyah dan ibn al qayyim terhadap imam ahmad bin hambal, serta abi yusuf dan muhammad al hasan al saibany terhapat imam abi hanifah.
d.      Perbedaan yang disebabkan penggunaan dalil diluar al qur’an dan sunnah seperti ijma’, qiyas, istihsan, mashabab mursalah, dan lain-lain.



















               Kesimpulan
1.      Ikhtilaf adalah perbedaan pendapat di antara ahli hukum islam (Fuqaha’) dalam menetapkan sebagian hukum islam yang bersifat furu’iyyah, bukan pada masalah hukum islam yang bersifat ushuliyyah (pokok-pokok hukum islam), disebabkan perbedaan pemahaman atau perbedaan metode dalam menetapkan hukum suatu masalah.
2.      Al-Ikhtilaf Al-Maqbul adalah ikhtilaf yang  mendahulukan kesunnahan dari yang lainnya. Ikhtilaf ini juga merupakan ikhtilaf diantara umat yang mana perkaranya itu sangat mudah, akan tetapi jika meninggalkan hal yang sunnah tersebut karena adanya perbedaan yang jelas itu hukumnya lebih utama dari pada melakukannya. Begitu pula yang wajib.
3.      Sebab-sebab Terjadinya Ikhtilaf ikhtilaf itu pada empat macam, yaitu;
1.Pemahaman al-qur’an dan sunnah Rasulullah SAW
2.Sebab – sebab khusus tentang sunnh Rasulullah SAW.
3.Sebab –sebab yang berkenan dengan qaidah –qaidah ushuliyyah dan fiqhiyyah.
4.Sebab – sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil di luar al- qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.






DAFTAR PUSTAKA
Huzaimah, Tahido Yanggo. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos
Al-Buti, Muhammad Sa’id Ramadhan. 1993. muhadhorot fi fiqhil muqarron. Darr Ai-fikr Al-Ma’asyir: Beirut



[1] Tahido Yanggo Huzaimah, Pengantar Perbandingan Mazhab,(Jakarta:Logos, 1997) Hal.47
[2] Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti, muhadhorot fi fiqhil muqarron,( Darr Ai-fikr Al-Ma’asyir: Beirut, 1993) hal.15
[3] Tahido Yanggo Huzaimah, Pengantar Perbandingan Mazhab, Hal.49
[4]Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti, muhadhorot fi fiqhil muqarron,( Darr Ai-fikr Al-Ma’asyir: Beirut, 1993) hal.15
[5] Ibid 15-16
[6] Ibid 16
[7] Ibid 16
[8]  Ibid 17
[9] Tahido Yanggo Huzaimah, Pengantar Perbandingan Mazhab,(Jakarta:Logos, 1997) Hal 51

tags :

0 Komentar untuk "MAKALAH tentang Al-Ikhtilaf "Perbandingan Madzhab""

Back to Top