Thaharah
Oleh :
Musfik Alamsyah
& M. Qowiyyul Ibad
Islam menyukai
keindahan dan kebersihan, oleh karena itu, di dalam Islam ada bab khusus
tentang Thaharah yaitu bab yang mempelajari tentang bersuci, Rasulullah SAW
telah menyatakan bahwa urusan kesucian itu sangat terkait dengan nilai dan
derajat keimanan seseorang. Bila urusan
kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Dan sebaliknya, bila masalah kesucian
ini tidak diperhatikan, maka kulitas imannya sangat dipertaruhkan,
Rasulullah SAW bersabda :
الطَّهُوْرُ شَطْرُ الْإِيْمَان ... (رواه مسلم عن ابي سعيد الخدرى)
“ kebersihan adalah sebagian dari iman “ (HR. Muslim).
Maka dengan itu,
thaharah menjadi salah satu bab fiqh yang pertama kali harus dikaji oleh
seorang muslim mukallaf, karena ia berkaitan dengan hampir seluruh peribadatan
dalam Islam. maka tak jarang dalam berbagai Kitab Fiqh dan Hadits tentang
Ibadah, bab Thaharah senantiasa ditempatkan di awal kajian.
Thaharah dalam bahasa Arab bermakna (النظافة و الخلوص من الدنس) yaitu bersih dan
terlepas dari kotoran, secara istilah thaharah menurut Ibnu Hajar Al
Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj ialah suatu kegiatan bersuci
(membersihkan diri) dari hadats dan najis sehingga seseorang diperbolehkan
untuk mengerjakan suatu ibadah yang disyaratkan harus dalam keadaan suci, baik
suci dari hadats maupun najis .[1]
Thaharah
atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa
adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak akan diterima. Sebab
beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah,
ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah. Kalau
tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-siaan, dalam sebuah
hadits riwayat abu hurairah dijelaskan :
لاَ يَقْبَلُ اللهُ
صَلاَةَ اَحَدِكُمْ اِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ (رواه الشيخان و ابوا داود و
الترمذى)
“ Allah tidak menerima sholat salah
seorang diantaramu, jika ia berhadats sampai ian berwudlu.” (H.R. Bukhari,
Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi).
Thaharah terdiri dari thaharah hakiki atau yang terkait dengan urusan najis, dan
thaharah hukmi atau yang terkait dengan hadats.
a.
Thaharah Hakiki
(najis)
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan
kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa
thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seorang yang shalat
dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah
shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.[2]
Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang
menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah, Caranya
bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup
dengan memercikkan air saja. maka
najis itu dianggap telah lenyap seperti najisnya bayi laki-laki yang belum makan
apapun kecuali susu.
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ
وَيُنْضَحُ مَنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ (رواه الترمذي وغيره)
“Air kencing bayi perempuan dibasuh dan air
kencing bayi laki-laki diperciki air.” (HR. Tirmidzy dan lainnya)
. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah
satunya dengan tanah yang demikian ini
sebabkan air liur babi dan anjing.
إذَاوَلَغَ الْكَلْبُ فِي
الْإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ )
"Ketika anjing menjilati bejana, maka
basuhlah tujuhkali dengan dicampuri debu pada awal pembasuhanya." (HR. Muslim)
Bila najis itu pertengahan,
disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan
rasa najisnya.
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم فَقَالَتْ : إِحْدَانَا يُصِيْبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضِ كَيْفَ تَصْنَعُ
بِهِ ؟ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّيْ
فِيْهِ .(رواه البخاري ومسلم)
"Seorang perempuan datang menghadap Rasûlullah. Kemudian ia
bertanya ;“Baju salah satu dari kami terkena darah haidl. Bagaimana sikap
kami?” Rasûlullah . menjawab “ Digosok sekiranya sifat-sifatnya hilang. Setelah
itu dibasuh, kemudian gunakanlah baju tersebut untuk shalat” )HR. Bukhâry & Muslim.(
b.
Thaharah Hukmi
(hadats)
Sedangkan thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats,
baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi
tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada
kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri
kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah
kesucian secara ritual.[3]
`Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi secara fisik
tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan
cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat,
thawaf dan lainnya. Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia
telah mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru,
dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi
janabah.
Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik
memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci
untuk melakukan ritual ibadah, maka Thaharah hukmi didapat dengan cara
berwudhu' atau mandi janabah.
وَعَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَغْتَسِلُ
مِنْ أَرْبَعٍ : مِنَ الْجَنَابَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ وَمِنَ الْحِجَامَةِ وَمِنْ
غُسْلِ اَلْمَيِّتِ . (رواه أبو داود وصحّحه ابن خزيمة)
Artinya : 'Aisyah ra. berkata : Rasulullah SAW biasanya mandi
karena empat hal : jinabat, hari Jum'at, berbekam dan memandikan mayit.
(HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah).
Berikut merupakan keutamaan keutamaan thaharah ialah :
1.
Bentuk keimanan seseorang
Rasulallah
SAW telah menjelaskan bahwasannya pahala bersuci baik itu wudhlu dan yang
lainnya, akan dilipat gandakan di sisi Allah SWT. Sehingga seperti separuh
keimanan, karena iman dapat menghapus kesalahan besar dan kecil yang telah
dilakukannya, dan bersuci lebih khususnya wudhlu dapat menghapus dosa-dosa
kecil, maka ia seperti setengah dari keimanan.[4]
Dan
keimanan juga dapat membersihkan batin dari kotoran maknawi, seperti syirik
kepada Allah, nifak, dan sebagainya, dan bersuci dapat membersihkan kotoran
berbentuk materi. Oleh karena itu, Thoharoh sebagai tanda kaum mukminin
pada hari kiamat.
Rasulallah
SAW bersabda:
اِنَّ اُمَّتِي يَدْعَوْنَ يَوْمَ
اْلقِيَاَمةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ اَثَارِ اْلوُضُوْءِ، فَمَنْ اِسْتَطَاعَ
اَنْ يُطِيْلَ مِنْكُمْ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ (رواه بخاري ومسلم )`
“Sesungguhnya umatku akan diseru pada hari
kiamat dalam keadaan bersih bercahaya disebabkan bekas wudhlunya, barang siapa
yang mampu untuk memanjangkan bekas air wudhlunya, maka lakukanlah (HR. Bukhori
dan Muslim).
2.
Kesucian Adalah Syarat Ibadah
Selain
menjadi bagian utuh dari keimanan seseorang, masalah kesucian ini pun terkait
erat dengan syah tidaknya ibadah seseorang. Tanpa adanya kesucian, maka
seberapa bagus dan banyaknya ibadah seseorang akan menjadi ritual tanpa makna.
Sebab tidak didasari dengan kesucian baik hakiki maupun maknawi. Rasulullah
SAW bersabda :
مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطَّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ -
رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلا النَّسَائِيّ
“Dari
Ali bin Thalib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Kunci shalat itu adalah
kesucian, yang mengharamkannya adalah takbir dan menghalalkannya adalah salam”.(HR. Abu Daud,
Tirmizi, Ibnu Majah)
3.
Sebagai bentuk perhatian islam
dalam Pencegahan Penyakit
Termasuk
juga bentuk perhatian serius atas masalah kesehatan baik yang bersifat umum
atau khusus. Serta pembentukan pisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan
yang terindah. Perhatian ini juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk
mencegah tersebarnya penyakit, kemalasan dan keengganan.
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ نَامَ وَفِي
يَدِهِ غُمَرٌ وَلَمْ يَغْسِلْهُ فَأَصَابَهُ شَيْءٌ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
(رواه ابو داود )
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa
tertidur dan ditangannya terdapat lemak (kotoran bekas makan) dan dia belum
mencucinya lalu dia tertimpa oleh sesuatu, maka janganlah dia mencela melainkan
dirinya sendiri.” (HR. Abu Daud)
Sebab
wudhu' dan mandi itu secara fisik terbukti bisa menyegarkan tubuh,
mengembalikan fitalitas dan membersihkan diri dari segala kuman penyakit yang
setiap saat bisa menyerang tubuh. secara ilmu kedokteran modern terbukti bahwa
upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya wabah penyakit adalah
dengan menjaga kebersihan. Dan seperti yang sudah sering disebutkan bahwa
mencegah itu jauh lebih baik dari mengobati
4.
Menghapus dosa dan akan
meninggikan derajat pelakunya
Hal
ini sebagaimana hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَالَ أَلاَ أَدُلُّكُمْ
عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا
رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ : إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا
إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
(رواه مسلم و الترمذي وغيره )
“
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:“Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang dengannya
Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan menaikkan derajat ?” Para shahabat
menjawab: “Mau, wahai Rasulullah !” Beliau bersabda: ”Menyempurnakan wudhu pada
saat-saat yang tidak disukai, memperbanyak langkah ke masjid dan menunggu
sholat berikutnya setelah melakukan sholat. Maka itulah yang dinamai ribath
(berjaga-jaga di garis perbatasan)”. (HR. Muslim /251, Tirmidzi /51)[5]
1 Komentar untuk "MAKALAH Tentang Thaharah (Hadits Ahkam)"
mantap kak